Kartika Jahja: sudah saatnya perempuan setara
3 Oktober 2015 22:33 WIB
Kartika Jahja berdiri di depan karyanya yang berjudul "Titik Titik Titiek" pada pameran seni rupa "Wani Ditata Project" yang digelar Komite Seni Rupa Dewan Kesenian Jakarta di Galeri Cipta II, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Sabtu. "Titik Titik Titiek" menampilkan bantal yang digantung berurutan untuk menggambarkan proses hidup perempuan yang tidak setara dengan laki-laki. (Alviansyah Pasaribu)
Jakarta (ANTARA News) - Melalui pameran seni rupa "Wani Ditata Project" yang digelar Komite Seni Rupa Dewan Kesenian Jakarta, aktivis perempuan Kartika Jahja menyatakan sudah saatnya perempuan memiliki peran yang setara dengan laki-laki dalam kehidupan politik, sosial, dan budaya di Indonesia,
"Sayang sekali jika perempuan diperlakukan tidak seimbang karena semestinya bisa bekerja sama secara setara dengan laki-laki," kata Kartika Jahja di sela-sela pameran seni rupa "Wani Ditata Project" yang digelar Komite Seni Rupa Dewan Kesenian Jakarta di Galeri Cipta II, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Sabtu.
Pada ruang pamer Kartika Jahja yang diberi judul "Titik Titik Titiek" terdapat sejumlah bantal yang digantung berurutan guna menggambarkan proses hidup perempuan sejak anak, dewasa, menjadi istri, dan mengubah nama pemberian orang tua menjadi nama suami.
Lewat ilustrasi itu Kartika ingin menyampaikan bahwa kebanyakan perempuan hanya memainkan peran sebagai sosok pembantu dalam kehidupan keluarga dan sosial.
"Lewat karya ini saya ingin menunjukkan bahwa inilah yang banyak dialami perempuan pada umumnya. Mereka hanya memiliki ruang terbatas untuk menjadi diri sendiri," kata Kartika. "Perempuan dituntut menjadi nomor dua layaknya peran pembantu."
Di sisi lain, Kartika juga mengizinkan para pengunjung untuk memahami karyanya dari sudut pandang yang berbeda sesuai dengan pemahaman masing-masing.
"Orang bebas menginterpretasikan karya saya. Ada yang menganggap perempuan diperlakukan tidak seimbang, ada juga yang beranggapan bahwa pengorbanan perempuan itu sangat heroik dan mulia, itu bebas saja, " ucapnya.
Kartika juga berharap lewat pameran ini perempuan Indonesia bisa memahami politik kebudayaan pada masa Orde Baru yang diciptakan untuk melemahkan sikap kritis perempuan.
"Menurut saya, Orde Baru mempertajam kesan perempuan tidak seimbang dengan laki-laki. Budaya ini dimanfaatkan untuk melemahkan pergerakan perempuan secara politik dan sosial," katanya.
Pameran ini digelar 4-19 Oktober 2015 dengan melibatkan delapan seniman perempuan di antaranya Kartika Jayja, Aprilia Apsari, Julia Sarisetati, Keke Tumbuan, Marishka Soekarna, Otty Widasari, Tita Salina, dan Yaya Sung, yang menggambarkan "Wani Ditata Project" berdasarkan riset terhadap isu perempuan dalam kehidupan sosial, politik dan kebudayaan di Indonesia.
"Sayang sekali jika perempuan diperlakukan tidak seimbang karena semestinya bisa bekerja sama secara setara dengan laki-laki," kata Kartika Jahja di sela-sela pameran seni rupa "Wani Ditata Project" yang digelar Komite Seni Rupa Dewan Kesenian Jakarta di Galeri Cipta II, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Sabtu.
Pada ruang pamer Kartika Jahja yang diberi judul "Titik Titik Titiek" terdapat sejumlah bantal yang digantung berurutan guna menggambarkan proses hidup perempuan sejak anak, dewasa, menjadi istri, dan mengubah nama pemberian orang tua menjadi nama suami.
Lewat ilustrasi itu Kartika ingin menyampaikan bahwa kebanyakan perempuan hanya memainkan peran sebagai sosok pembantu dalam kehidupan keluarga dan sosial.
"Lewat karya ini saya ingin menunjukkan bahwa inilah yang banyak dialami perempuan pada umumnya. Mereka hanya memiliki ruang terbatas untuk menjadi diri sendiri," kata Kartika. "Perempuan dituntut menjadi nomor dua layaknya peran pembantu."
Di sisi lain, Kartika juga mengizinkan para pengunjung untuk memahami karyanya dari sudut pandang yang berbeda sesuai dengan pemahaman masing-masing.
"Orang bebas menginterpretasikan karya saya. Ada yang menganggap perempuan diperlakukan tidak seimbang, ada juga yang beranggapan bahwa pengorbanan perempuan itu sangat heroik dan mulia, itu bebas saja, " ucapnya.
Kartika juga berharap lewat pameran ini perempuan Indonesia bisa memahami politik kebudayaan pada masa Orde Baru yang diciptakan untuk melemahkan sikap kritis perempuan.
"Menurut saya, Orde Baru mempertajam kesan perempuan tidak seimbang dengan laki-laki. Budaya ini dimanfaatkan untuk melemahkan pergerakan perempuan secara politik dan sosial," katanya.
Pameran ini digelar 4-19 Oktober 2015 dengan melibatkan delapan seniman perempuan di antaranya Kartika Jayja, Aprilia Apsari, Julia Sarisetati, Keke Tumbuan, Marishka Soekarna, Otty Widasari, Tita Salina, dan Yaya Sung, yang menggambarkan "Wani Ditata Project" berdasarkan riset terhadap isu perempuan dalam kehidupan sosial, politik dan kebudayaan di Indonesia.
Pewarta: Alviansyah Pasaribu
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015
Tags: