Jakarta (ANTARA News) - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) memperoleh penghargaan rekor dunia Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) terkait pelaksanaan sosialisasi pencegahan terorisme yang melibatkan 7.200 siswa dari 180 SLTA se-DKI Jakarta.

Penghargaan tersebut diserahkan Ketua Yayasan MURI Jaya Suprana kepada Kepala BNPT Komjen Pol Saud Usman Nasution di Balai Kota Jakarta, Kamis.

Penghargaan yang sama juga diberikan kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang diterima Wakil Gubernur Djarot Saiful Hidayat dan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) yang diterima ketuanya Zainal Musaffa.

Kegiatan sosialisasi selama hampir satu bulan dari 3 September dan ditutup 1 Oktober 2015 itu memang merupakan hasil kerja bareng BNPT, Pemprov DKI, dan FKPT.

"Ini adalah yang terbesar, bukan hanya di Indonesia, tapi juga di seluruh dunia. Makanya rekor itu bukan rekor MURI, tapi rekor dunia dalam sosialisasi pencegahan terorisme yang melibatkan 7.200 orang," kata Jaya Suprana.

Jaya Suprana menyatakan penghargaan itu layak diberikan, selain karena faktor jumlah peserta juga substansi kegiatannya.

"Saya baru pulang dari Suriah. Negara yang dulu memiliki peradaban tinggi, seperti yang di Aleppo, kini hancur akibat terorisme. Jadi, sosialisasi ini sangat positif dan harus diteruskan," kata dia.

Kepala BNPT Saud Usman menyatakan penghargaan itu membuat BNPT semakin bersemangat untuk terus menyosialisasikan antiterorisme sekaligus menjaga ideologi Pancasila yang menaungi segenap perbedaan yang ada di tengah masyarakat.

"Penghargaan rekor dunia adalah satu sarana, tapi yang terpenting bagaimana kita bisa terus menyosialisasikan antiteorisme dan menjaga ibu kota Jakarta dan seluruh bangsa Indonesia," ujar dia.

Saud menambahkan, sosialisasi pencegahan terorisme di kalangan generasi muda, khususnya pelajar, adalah upaya untuk membentuk generasi muda yang tangguh dalam menghadapi serangan paham kekerasan dan terorisme.

Selain itu, Saud mengaku khawatir atas fenomena banyaknya upaya merongrong ideologi Pancasila. Jika di era sebelumnya rongrongan terhadap Pancasila dibungkus dalam persoalan politik dan ideologi, maka di era sekarang dibungkus dalam kemasan agama.

"Karena itu, sosialisasi tentang bahaya terorisme yang dilakukan secara maraton ini adalah jawaban atas bahaya itu," kata dia.