Surabaya (ANTARA News) - Kapolda Jatim Irjen Pol Anton Setiadji memerintahkan Propam, Itwasda, dan Reskrim untuk menyelidiki kemungkinan keterlibatan polisi dan kepala desa setempat dalam kasus pembunuhan dan penganiayaan aktivis antitambang di Lumajang, Jatim, 26 September 2015.

Kapolda juga mengatakan bahwa saat ini kepolisian masih mencari aktor intelektual kasus tersebut.

"Saya kaget juga mendengar kasus itu saat berada di Sumenep bersama Pangdam V/Brawijaya, karena sebelumnya tidak ada laporan apa-apa, apalagi aktivis Kontras juga SMS kepada saya soal itu," katanya dalam konperensi pers di teras Gedung Tribrata Mapolda Jatim di Surabaya, Selasa.

Didampingi sejumlah penyidik dan Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol RP Argo Yuwono, ia menjelaskan pihaknya akhirnya memerintahkan Reskrim Polda untuk mengambil alih kasus itu, lalu Propam dan Inspektorat Pengawasan Daerah (Itwasda) juga diperintahkan turun ke Lumajang.

"Penyidik Reskrim sudah menetapkan 22 tersangka dalam kasus pembunuhan dan penganiayaan aktivis antitambang oleh preman bayaran di Lumajang itu, tapi penyidik hanya menahan 17 tersangka, karena lima tersangka masih berada di Lumajang," katanya.

Ke-22 tersangka itu tercatat delapan tersangka untuk kasus pembunuhan Salim Kancil (52) dan berkas kasusnya sudah dilimpahkan ke Kejari Lumajang dengan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana. "Kita masih menunggu koreksi dari kejaksaan untuk tahap berikutnya," katanya.

Sementara itu, untuk berkas kasus bagi enam tersangka penganiayaan Tosan (51) masih dalam proses. "Ada lagi enam tersangka yang terlibat dalam kedua kasus itu (pembunuhan dan penganiayaan), tapi berkasnya juga masih proses," katanya.

Menurut dia, Polda Jatim hanya menahan 17 dari 22 tersangka, karena tiga tersangka lainnya masih berada di Lumajang, sebab keterangannya masih dibutuhkan untuk proses pengembangan kasus itu di lokasi kejadian.

"Dua tersangka lagi yang berada di Lumajang itu karena tergolong masih dibawah umur, yakni IN dan AA, sehingga tidak ditahan, kecuali wajib lapor ke Polres Lumajang," katanya.

Delapan tersangka dalam kasus pembunuhan Salim Kancil adalah TS, EP, HM, GT, TM, ES, NG, dan RH, sedangkan enam tersangka dalam kasus penganiayaan Tosan adalah MS, SL, SY, SM, ED, dan DH.

"Untuk enam tersangka yang terlibat kedua kasus adalah FW, HD, SK, MD, WD, dan BR. Aktor utama dalam kedua kasus adalah MD yang melakukan provokasi terhadap massa," katanya.



Kemungkinan Kades-Polisi

Ditanya kemungkinan aparat kepolisian dan kades terlibat dalam kasus Salim Kacil dan Tosan itu, Kapolda Jatim menegaskan bahwa Kepala Desa Selok Awar-Awar sudah ditahan dalam kasus Galian C, sedangkan untuk kaitan dengan kasus itu masih dalam proses penyelidikan.

"Kita masih mencari aktor intelektualnya, tapi hukum kita itu memerlukan pembuktian material, karena itu dugaan itu akan kita telusuri dari pemeriksaan para tersangka dan anggota (polisi). Bisa saja nanti akan diketahui siapa yang membayar para tersangka itu, jadi kemungkinan kades terlibat itu akan ditelusuri dari saksi," katanya.

Bahkan, kemungkinan anggota juga terlibat, apakah mungkin ada anggota yang tidak menanggapi laporan masyarakat menjelang kejadian itu atau apakah anggota sengaja melakukan pembiaran.

"Karena itu, Tosan sebagai saksi kunci yang sekarang ada di rumah sakit akan kita amankan, mungkin rekan wartawan sudah tahu rumah sakit mana. Yang jelas, situasi di Lumajang sekarang sudah kondusif," katanya.

Menurut dia, anggota yang terlibat akan diperiksa Propam dan Itwasda tentang peranan mereka. "Kalau terkait kode etik, tentu akan ada sidang disiplin yang sanksinya bisa saja dipecat, tapi kalau ada unsur pidana ya diproses ke pengadilan," katanya.

Terkait antisipasi kasus serupa di daerah lain yang memiliki wilayah pertambangan, Kapolda Jatim berjanji akan berkoordinasi dengan Gubernur Jatim dan sejumlah kepala daerah terkait, karena perizinan memang dari pemerintah daerah.

"Koordinasi itu penting agar kasus Lumajang tidak terjadi di daerah lain," katanya.

Setelah konperensi pers itu usai, puluhan aktivis yang menamakan diri sebagai "Jaringan Mahasiswa Pejuang" (GMNI, GMKI, FMN, LDF, IMM, LMND, PMII) menggelar aksi kecaman terhadap pembunuhan Salim Kancil di pintu gerbang Mapolda Jatim.

"Kami mendesak polisi untuk menetapkan kasus itu sebagai pembunuhan berencana dengan menangkap dan mengadili aktor intelektual di balik terbunuhnya Salim Kancil. Kami juga minta pemerintah menyetop kekerasan terhadap aktivis dan rakyat," kata seorang orator dalam aksi itu.