Jakarta (ANTARA News) - Berfungsi sebagai manajer di klub sekelas dan sebesar Manchester City, tentu Manuel Pellegrini memahami bahwa antara komitmen dengan kepatuhan jauh panggang dari api.

Pelatih berpaspor Chile itu boleh jadi telah meniti pelajaran dari ahli bisnis bahwa taktik dan teknik tidak terlalu menentukan sukses tidaknya sebuah tim yang mengandalkan kebersamaan ketika meniti kompetisi serba menuntut kerja keras dan kesungguhan. Yang lebih laku sekarang yakni cermat membedakan antara kepatuhan dan komitmen.

Mengutip pandit manajemen Peter Senge dalam buku The Fifth Discipline, ternyata 90 persen yang disangkakan sebagai komitmen ternyata justru kepatuhan. Praktisnya, terlalu banyak orang menunjukkan bahkan menyalahartikan atau justru mencampuradukkan antara komitmen dengan kepatuhan.

Di jaman yang serba kompetitif ini, dibutuhkan semangat yang membara, asa yang membuncah. Ini yang dicetuskan oleh Pellegrini jelang laga melawan Gladbach dalam Grup D ajang Liga Champions yang digelar di Borussia Park (30/9).

Di tengah keprihatinan City ketika berziarah di Liga Champions, jelas-jelas bahwa Pellegrini menggabungkan antara otak dan hati. Otak untuk bernalar, hati untuk membedakan mana yang baik mana yang buruk.

"Saya sama sekali tidak beranggapan bahwa kami telah gagal di kompetisi Eropa. Dalam dua tahun terakhir ini kami mampu mencapai prestasi gemilang, bahkan kami hanya kalah dari tim terbaik di dunia, yakni Barcelona. Kami mampu menundukkan Bayern Muenchen sebanyak dua kali," katanya.

Ketika menerima tongkat estafet dari Roberto Mancini, jelas-jelas bahwa terbentang situasi yang jauh dari sederhana. Sebagai pimpinan yang diharapkan "terlahir untuk kali kedua", ragam drama kekalahan dan kemenangan sama-sama menguji jati diri pemimpin.

Ketika mengenyam kekalahan, melewati krisis, apakah pimpinan mampu memantik jalan rintisan meraih jati diri tim? Di tengah badai yang mengharubiru tim, apakah pimpinan piawai berperan sebagai nakhoda yang trengginas menunjukkan visi dan misi tim? Ataukah pemimpin lebih memilih berkubang dalam parit perlindungan demi keselamatan diri sendiri?

"Tahun lalu kami menghadapi situasi yang serba sulit dan rumit,...kami kalah ketika melawan Juventus, dan sekarang kami bertekad bangkit, " kata Pellegrini sebagaimana dikutip dari laman Sporting Life.

Tantangannya, tim berjuluk The Citizens memerlukan inisiatif strategis, artinya mengubah arah meraih corak kehidupan baru, atau mencari untuk menemukan skema penampilan anyar setiap saat.

Pellegrini sudah memiliki modal. Ia menyebut bahwa salah satu sumber kemacetan di laju roda Manchester City, yakni ketidakhadiran kapten Vincent Kompany. Bek handal sarat pengalaman itu absen dalam tiga pertandingan karena mengalami cedera betis.

Siapa Vincent Kompany, apa perannya di Manchester City? Berikut sosok bek itu sebagaimana dikutip dari laman whoscored.com:

Nomor kostum: 4
Posisi: Bek tengah
Usia: 29 tahun (10-04-1986)
Tinggi badan: 190cm
Berat badan: 85 kg
Kebangsaan: Belgia

Karakteristik:
Kekuatan:
Passing: kuat
Konsentrasi: kuat
Tekel: kuat

Kelemahan:
Duel udara: lemah
Disiplin: lemah
Gaya bermain: mengandalkan kemampuan dribel.

Catatan ciri penampilan Kompany dan peran dia dalam tim diakui sentral oleh sang pelatih. "Tentu saja Vincent pemain yang sangat penting bagi tim. Ia kapten kesebelasan dan ia tampil gemilang selama musim ini. Hanya saja saya pribadi tidak percaya penuh kepada kehebatan seorang pemain saja. Toh, kami mampu meraih enam kemenangan musim lalu tanpa Vincent juga."

Ia lantas menunjuk Kevin de Bruyne, pemain yang baru dibeli City dari Wolfsburg sebulan lalu dengan harga banderol 54 juta poundsterling. Pemain asal Belgia berusia 24 tahun ini jelas-jelas mengutarakan sukacita dengan membela timnya. "Menyenangkan dapat mencetak gol, meski saya lebih memilih menang bagi tim secara keseluruhan."

Siapa dan bagaiman Kevin de Bruyne?
Nomor punggung: 17
Posisi: gelandang serang (tengah, kanan, kiri), penyerang
Usia: 24 tahun (28-06-1991)
Tinggi badan: 181cm
Berat badan: 76 kg
Kebangsaan: Belgia

Karakteristik:
Kekuatan:
Melepas umpan jitu: sangat kuat
Crossing: sangat kuat
Finishing: kuat
Dribbling: kuat
Kemampuan set-pieces: kuat
Tembakan jarak jauh: kuat

Kelemahan:
Tekel: sangat lemah
Duel udara: lemah
Kontribusi bertahan: lemah

Gaya bermain Kevin De Bruyne:
Mengandalkan operan bola-bola panjang, mampu mendribel, memiliki kemampuan melancarkan serangan balik dengan cepat, dan tidak suka melakukan diving.

Untuk memberi bingkai kepada kemampuan Manchester City, sebagai manifesto bahwa sepak bola adalah kebersamaan, bukan mengandalkan aksi perorangan, baik untuk melihat prestasi Manchester City selama musim 2015/16:

Persentase rata-rata gol per pertandingan: 1,9
Rata-rata penguasaan bola: 59,2 persen
Akurasi operan: 85,9 persen
Rata-rata tembakan per pertandingan: 20,3
Rata-rata tekel yang dilakukan: 15,9
Rata-rata dribel: 10,3
Nilai disiplin tim: 140

Lima inspirasi bola dari drama Manchester City ketika merespons komitmen dan kepatuhan:

Pertama, kita semua memerlukan perubahan dengan mengandalkan keberanian menatap masa depan dengan dipandu visi yang benar-benar sejati, bukan visi yang "seakan-akan".

Kedua, masih merupakan misteri apakah pimpinan memang telah berhasil mengubah anak buahnya, karena di dalamnya ada pertanyaan yang masih memerlukan jawaban terus menerus, soal keberanian dan kemauan bekerja bersungguh-sungguh. Ini lantaran ada kenyataan bahwa "sebagian orang mampu keluar dari krisis, sebagian lagi hancur karena krisis."

Ketiga, kebesaran hati diperlukan dengan dibarengi perubahan strategi yang terus menerus. Wujudkan, jangan terus bermimpi!

Keempat, ada tiga kearifan spiritual yang dapat memandu kepada tindakan nyata, yakni anggaplah segala sesuatunya secara personal, silakan berjuang mengatasi kepentingan diri, dan pergilah ke bait nurani terdalam.

Kelima, apakah pimpinan dan anak buah sama-sama mencecap dan mengalami "pengalaman berubah" ketika menjumpai krisis? Apakah kita masing-masing mampu melawan kepahitan diri, tidak malahan memeluk erat-erat egoisme?

Pepatah Latin klasik:
Plus vident oculi, quam oculus, yang artinya dua mata lebih awas melihat daripada hanya satu mata.