Jakarta (ANTARA News) - Terorisme adalah momok paling menakutkan bagi perdamaian dan kemakmuran umat manusia. Untuk itu, terorisme harus dikeroyok bersama-sama tanpa melihat agama, golongan, suku, dan bangsa. Itu adalah benah merah yang dipetik dari launching buku 'Islam dan Terorisme' di Gedung Pascasarjana Universitas Indonesia (UI) Salemba, Jakarta, Selasa.

"Sesuai dengan judulnya yaitu Islam dan Terorisme: Antara Imajinasi dan Kenyataan buku ini sangat bagus untuk memancing imajinasi dan semangat keilmuan para ahli dari berbagai bidang di Indonesia untuk memperbanyak tulisan terkait pencegahan terorisme. Ini adalah bagian dari kontra narasi dari empat kontra yang kami canangkan dalam mencegah terorisme dan kekerasan yaitu kontra radikal, kontra ideologi, kontra narasi, dan kontra propaganda," ujar Direktur Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Prof Dr Irfan Idris MA yang menjadi keynote speaker di acara ini.

Dari apa yang sudah dibaca dari buku ini, Irfan menggarisbawahi halaman 136 yang mewakili kata imajinasi dan halaman 172 yang mewakili kenyataan.Menurutnya halaman 136 itu tercantum Al Quran ayat 173. Artinya adalah pemahaman tentang khilafah atau pemerintahan.

"Di Indonesia khilafah yang benar itu Republik karena kita disuruh membentuk pemerintahan dengan bersatu dalam perbedaan, berbeda dalam persatuan. Itulah yang dilakukan Rasulullah SAW saat membentuk konstitusi Madinah," kata Irfan Idris.

Salah satu penulis buku Islam dan Terorisme, Kolonel (Mar) Werijon yang juga Kasubdit Resosialisasi dan Rehabilitasi BNPT mengungkapkan, dalam buku ini mengandung pesan tentang bagaimana merebut hati dan pikiran para mantan pelaku terorisme yang kini mendekam di tahanan.

Ia yakin seluruh masyarakat Indonesia dari lubuk hati paling dalam tidak ingin berbeda ideologi dan cara pandang. Apalagi itu menjadi tidak biasa karena perbedaan itu justru jadi jurang pemisah.

"Caranya bukan dengan cara lama yang membuat kita menjadi terbelenggu. Seperti terus memusuhi mereka dan tidak berupaya menyadarkan mereka yang notabene saudara-saudara kita sendiri. Kita harus merangkul lagi mereka ke pangkuan Ibu Pertiwi. Ini tidak bisa dikerjakan sendiri oleh BNPT, tetapi semua harus berkontribusi dalam penanggulangan terorisme," tutur Werijon dalam keterangan yang diterima, Selasa.

Salah satu penyanggah dalam acara itu, pengamat terorisme Saut Situmorang menilai kegiatan seperti ini harus diperbanyak. "Kegiatan seperti ini biasanya dibuat seminggu atau dua minggu setelah bom meledak. Tapi ini tidak. Ini early warning yang bagus. Dan itu membuktikan BNPT telah menjalankan program pencegahan yang bagus," sambungnya.

Yang pasti, tukas Saut, terorisme harus dikeroyok bersama-sama. "Kalau perlu konvensi yang ada ditengok kembali, juga kerjasama-kerjasama internasional lain. Ini tantangan kita semua, terlepas dari teori agama dan yang lain. Intinya, semua teori harus dipakai untuk mencegah terorisme," pungkasnya.

Buku Islam dan Terorisme ditulis secara keroyokan antara lain oleh Firman Maulana Noor, Ahmad Jum'a Khatib Nur Ali, Kholidah Tamami, MSi, Rusydi Yusuf, Alfon Satria Harbi, MSi, Siti Haniatunnisa, MH, Kol (Mar) Werijon, Dr. iur Damos Dumoli Agusman, dan Dr Larasati Simatupang, dengan editor Yanuardi Syukur MSi (Iluni Pps UI).

Selain para tokoh diatas acara ini juga menghadirkan pembicara lain seperti M Luthfi Zuhdi (Pengamat Terorisme UI), Dr Hendra Kurniawan (UI) dan moderator Marion Kansil SC, MSi (Kajian Strategik Intelijen UI).

Pewarta : Tasrief Tarmizi