Penguatan perilaku petani tingkatkan akses permodalan
29 September 2015 21:39 WIB
ilustrasi Ketahanan Pangan Areal persawahan dilihat dari ketinggian di Jawa Timur, Selasa (17/6). Menurut Kementerian Pertanian, Kementerian Pertanian, Indonesia diperkirakan mengalami defisit pangan, khususnya beras, sekitar 9 juta ton pada 2020, bila tidak ada upaya khusus untuk meningkatkan produksi padi. (ANTARA FOTO/Rosa Panggabean/pd/14). ()
Bogor (ANTARA News) - Penguatan perilaku petani agar memiliki komitmen untuk meningkatkan akses mendapatkan modal serta peluang pasar menjadi catatan penting dalam workshop yang digelar Kajian Strategis Kebijakan Pertanian (KSKP) IPB, di Kampus Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa.
"Peluang pasar dan modal itu ada, tinggal bagaimana menjembatani petani untuk mengaksesnya. Hanya saja, ini masih terkendala dengan komitmen atau perilaku dari petani itu sendiri," kata Direktur KSKP IPB Dr Dodik Ridho Nurrochmat.
Dodik mengatakan, beberapa kasus yang terjadi karena perilaku petani lokal yang kurang memiliki komitmen merugikan sejumlah pemodal maupun pemberi bantuan, hal ini yang menyebabkan petani kurang maju karena terkendala modal.
"Penguatan perilaku petani, adanya pola-pola kemitraan yang menguntungkan banyak pihak, serta program CSR yang tepat sasaran menjadi penting agar akses permodalan dan pasar bagi petani terbuka luas," katanya.
Direktur Fresh Partaners Indonesia Dika Rinakuki mengatakan, komitmen menjadi kunci penting dalam membuka pasar ekspor bagi para petani lokal Indonesia. Namun, tingkat komitmen petani di Indonesia secara internasional masuk dalam kelompok D bersama negara Asia lainnya.
"Kelompok D itu diartikan kalau jadi eksportir mereka tidak komit, berbeda dengan kelompok A yang dipegang oleh Jepang dan Eropa mereka termasuk negara paling komit dalam soal ekspor," katanya.
Sebagai eksportir produk lokal Indonesia, lanjut Kuki, ia memiliki pengalaman yang berkaitan dengan perilaku petani lokal. Pada saat akan mengimpor cabai, ia telah menjalin kerja sama dengan sejumlah petani dengan menaruh harga senilai Rp20 ribu selama panen.
"Kita sudah sepakat untuk ekspor, tapi begitu harga cabai naik Rp45 ribu, cabai yang tadinya disiapkan untuk ekspor sudah hilang habis dijual di pasar lokal, sementara untuk ekspor kita kesulitan lagi memenuhinya," kata Kuki.
Padahal lanjutnya, harga cabai di pasar lokal tidak stagnan mengalami fluktuasi yang kadang naik tinggi dan lebih banyak terjun bebas. Perilaku petani yang mengejar untung sesaat inilah yang perlu dibenahi agar menjadi petani yang komitmen sesuai dengan tuntutan pasar global.
Sementara itu komitmen petani juga menjadi pegangan para perusahaan dalam menyalurkan dana bantuan kemitraannya melalui pinjaman modal usaha, seperti yang disampaikan Vice President CSR PT Antam Agus Yulianto.
"Untuk mendapatkan bantuan dana bergulir yang kita berikan ada beberap persyaratan yang harus dipenuhi. Dan hampir semua perusahaan BUMN memerlukan jaminan sebagai moral komitmen," katanya.
Workshop Peningkatan Akses Petani terhadap permodalan dan pasar yang diselenggarakan KSKP IPB bekerja sama dengan PT Antam, dihadiri sekitar 30 peserta yang terdiri dari kelompok tani, pemerintahan, swasta dan stakeholder pelaku pasar.
Tujuan wokshop ini untuk mengidentifikasi peluang dan tantangan pengembangan pertanian dari aspek akses petani terhadap permodalan dan pasar, menjembatani petani dengan pelaku usaha serta pemerintahan dan meningkatkan kapasitas petani.
"Peluang pasar dan modal itu ada, tinggal bagaimana menjembatani petani untuk mengaksesnya. Hanya saja, ini masih terkendala dengan komitmen atau perilaku dari petani itu sendiri," kata Direktur KSKP IPB Dr Dodik Ridho Nurrochmat.
Dodik mengatakan, beberapa kasus yang terjadi karena perilaku petani lokal yang kurang memiliki komitmen merugikan sejumlah pemodal maupun pemberi bantuan, hal ini yang menyebabkan petani kurang maju karena terkendala modal.
"Penguatan perilaku petani, adanya pola-pola kemitraan yang menguntungkan banyak pihak, serta program CSR yang tepat sasaran menjadi penting agar akses permodalan dan pasar bagi petani terbuka luas," katanya.
Direktur Fresh Partaners Indonesia Dika Rinakuki mengatakan, komitmen menjadi kunci penting dalam membuka pasar ekspor bagi para petani lokal Indonesia. Namun, tingkat komitmen petani di Indonesia secara internasional masuk dalam kelompok D bersama negara Asia lainnya.
"Kelompok D itu diartikan kalau jadi eksportir mereka tidak komit, berbeda dengan kelompok A yang dipegang oleh Jepang dan Eropa mereka termasuk negara paling komit dalam soal ekspor," katanya.
Sebagai eksportir produk lokal Indonesia, lanjut Kuki, ia memiliki pengalaman yang berkaitan dengan perilaku petani lokal. Pada saat akan mengimpor cabai, ia telah menjalin kerja sama dengan sejumlah petani dengan menaruh harga senilai Rp20 ribu selama panen.
"Kita sudah sepakat untuk ekspor, tapi begitu harga cabai naik Rp45 ribu, cabai yang tadinya disiapkan untuk ekspor sudah hilang habis dijual di pasar lokal, sementara untuk ekspor kita kesulitan lagi memenuhinya," kata Kuki.
Padahal lanjutnya, harga cabai di pasar lokal tidak stagnan mengalami fluktuasi yang kadang naik tinggi dan lebih banyak terjun bebas. Perilaku petani yang mengejar untung sesaat inilah yang perlu dibenahi agar menjadi petani yang komitmen sesuai dengan tuntutan pasar global.
Sementara itu komitmen petani juga menjadi pegangan para perusahaan dalam menyalurkan dana bantuan kemitraannya melalui pinjaman modal usaha, seperti yang disampaikan Vice President CSR PT Antam Agus Yulianto.
"Untuk mendapatkan bantuan dana bergulir yang kita berikan ada beberap persyaratan yang harus dipenuhi. Dan hampir semua perusahaan BUMN memerlukan jaminan sebagai moral komitmen," katanya.
Workshop Peningkatan Akses Petani terhadap permodalan dan pasar yang diselenggarakan KSKP IPB bekerja sama dengan PT Antam, dihadiri sekitar 30 peserta yang terdiri dari kelompok tani, pemerintahan, swasta dan stakeholder pelaku pasar.
Tujuan wokshop ini untuk mengidentifikasi peluang dan tantangan pengembangan pertanian dari aspek akses petani terhadap permodalan dan pasar, menjembatani petani dengan pelaku usaha serta pemerintahan dan meningkatkan kapasitas petani.
Pewarta: Laily Rahmawati
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015
Tags: