Jakarta (ANTARA News) - Sinergi antara negara-negara anggota ASEAN dinilai akan memperkuat ekonomi Indonesia khususnya untuk menghadapi persaingan global yang semakin terbuka, dimana beberapa negara di Eropa telah mengambil langkah serupa lebih awal.

"Buat saya itu jelas sekali, jika kita bisa bersinergi dan berkoordinasi dengan ASEAN, maka dalam menghadapi dunia kita akan lebih kuat," kata Menteri Perdagangan Thomas Lembong, saat menyampaikan sambutan pada peresmian ASEAN Economic Community Center (AEC Center) di Jakarta, Senin.

Thomas yang kerap disapa Tom tersebut mengatakan salah satu contoh penyatuan negara-negara seperti di ASEAN adalah di Eropa melalui Uni Eropa. Bahkan, negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa itu mengorbankan mata uang masing-masing dan memiliki mata uang bersama.

"Eropa sudah menyatu melalui Uni Eropa, mereka mengorbankan mata uang masing-masing untuk memiliki mata uang bersama. Itu memperlihatkan bahwa kita akan lebih kuat jika menghadapinya (tantangan global) bersama," ujar Tom.

Tom menjelaskan, Indonesia memiliki pilihan apakah akan berdiri sendiri atau bersama dengan negara-negara ASEAN lainnya menghadapi perkembangan global seperti di perekonomian di Tiongkok dan juga adanya kebijakan moneter Amerika Serikat.

"Kenapa ASEAN ini relevan, kita menghadapi perkembangan perekonomian Tiongkok, kebijakan moneter Amerika Serikat. Kita bisa menghadapinya sendiri-sendiri atau negara-negara ASEAN menyatu dan menghadapinya bersama," kata Tom.

Namun, menurut Tom, dengan adanya penyatuan atau integrasi tersebut juga akan ada risiko. Dikarenakan, dengan adanya integrasi tersebut, maka antar negara-negara ASEAN itu sendiri juga harus mampu bersaing meskipun hingga saat ini Indonesia masih banyak memiliki masalah terkait daya saing.

"Penyatuan atau integrasi itu berisiko, ujungnya sama seperti persaingan global. Dengan dibukanya pasar, kita akan menghadapi persaingan antar pelaku usaha di ASEAN itu sendiri, sementara permasalahan kita masih ada di daya saing," kata Tom.

Sementara itu dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan, Bachrul Chairi, mengatakan bahwa dengan adanya penyatuan ASEAN tersebut, maka akan meningkatkan posisi tawar Indonesia ke dunia.

"Penyatuan ASEAN itu sudah menjadi nilai tawar bagi dunia, daripada Indonesia menghadapinya sendiri, kita (ASEAN) secara keseluruhan itu menjadi diperhitungkan oleh dunia," kata Bachrul.

Menurut Bachrul, jika digabungkan, maka kekuatan ekonomi ASEAN akan sangat baik yang menjadi daya tarik serta diperhitungkan oleh negara-negara lain di dunia. Sementara dalam ASEAN sendiri, persaingan juga akan semakin ketat terlebih hampir semua tarif bea masuk sudah nol persen.

"Untuk tarif antar ASEAN itu sebanyak 99,2 persen sudah nol. Proses itu sudah dimulai sejak 2010, sehingga nanti pada akhir 2015 itu sesungguhnya tidak akan terjadi lonjakan," kata Bachrul.

Ia menjelaskan pada Masyarakat Ekonomi ASEAN yang akan mulai berlaku efektif pada Januari 2016 mendatang bukan hanya terkait dengan pelonggaran tarif saja, akan tetapi juga banyak fasilitasi perdagangan seperti ASEAN Single Window dan juga ketentuan Surat Keterangan Asal.

"Untuk pemanfaatan SKA sudah 60-70 persen, 30 persen lagi harus dikejar. Posisi pemanfaatan oleh negara lain kurang lebih sama," ujar Bachrul.

Pada akhir tahun 2015, akan diberlakukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dimana akan terjadi integrasi 10 negara Asia Tenggara dalam suatu kawasan ekonomi eksklusif yang menciptakan akses pasar antar negara yang lebih luas.

ASEAN yang beranggotakan 10 negara tersebut memiliki populasi mencapai 617,68 juta jiwa pada 2012 lalu dengan pendapatan domestik bruto kurang lebih sebanyak 2,1 triliun dolar AS. Pasar ASEAN tercatat kurang lebih sebesar 612 juta jiwa, dan sebanyak 40,60 persen merupakan masyarakat Indonesia.