Jakarta (ANTARA News) - Konser Musik Senja 2015 sukses memanjakan telinga para pengunjungnya dengan 19 musik klasik karya legenda komposer musik klasik.

Konser hasil kerjasama Bakti Budaya Djarum Foundation dengan The Resonanz Music Studio (TRMS) ini juga berhasil menginsiprasi pengunjung.

Pasalnya, konser para guru The Resonanz Music Studio ini telah melahirkan banyak musisi andal Indonesia yang berprestasi baik di dalam maupun di luar negeri.

"Ide awalnya, ini merupakan konser untuk guru-guru yang sehari-harinya sibuk mengajar agar memacu untuk tetap berlatih," kata Avip Priatna, Direktor Musik TRMS, usai konser, di Balai Resital Kertanegara, Jakarta, Minggu.

Konser dibuka oleh komposisi karya Luis de Narvaez berjudul Guardame Las Vacas yang diaransemen ulang oleh King Napoli (gitar) dan dimainkan King Napoli (gitar), Ali Hanapiyah (biola) dan Sulistyorini (cello).

Suasana musik klasik yang kuat pun muncul sejak mereka membawakan karya pertama dalam Konser Musik Senja.

Konser sekitar 90 menit ini membawakan karya para legenda komposer musik klasik seperti Antonin Dvorak, C. Gounod, ChristophWillibald vo Gluck, Clement Philibert Leo Delibes, Frederic Chopin, Georges Bizet, Giuseppe Verdi, Johann Strauss, Johannes Brahms, Ludwig van Beethoven, Luis de Narvaez, Puccini, Robert Schumann, dan Wolfgang Amadeus Mozart.

Salah satu karya Robert Schuman yang dimainkan di sini adalah Piano Trio No.2, Op.80.

Pada tema pertama, biola dan cello seringkali bermain, kemudian disambung dengan piano. Melodi sinkopasi yang menjadi ciri khas Schumann juga terdengar dalam musik ini.

Tidak hanya alunan instrumen, aksi teatrikal juga dihadirkan pada lagu kedua Ave Maria yang dinyanyikan Valentina Nova (Sopran) yang hadir di balkon atas kanan penonton.

Penampilan Valentina disambut oleh Nidya Tri Harbanu (bariton) yang menyanyikan Ich Liebe Dich dari panggung.

Konsep opera memang mendominasi konser ini. Pada lagu ketujuh misalnya, tiga penyanyi hadir dengan nuansa teatrikal membawakan lagu "Stirb, Ungeheurer, durch uns're Macht" karya Mozart dan baeraksi memperebutkan pangeran tampan yang dalam konser ini diwakilkan oleh sang pianis.

"Konsepnya simpel, senja. Untuk lagu diserahkan ke masing-masing guru, tapi musiknya lebih ke opera karena lebih menarik dan atraktif kalau disajikan sore hari," kata Avip.

Meskipun beberapa lagu bercerita tentang kesedihan, tak sedikit yang memiliki lirik bahagia. Oleh karena itu, Avip merangkai lagu-lagu tersebut bertemakan cinta.

"Saya merangkai agar ada benang merah yang semua tentang cinta," ujar dia.

Ditemui usai konser, salah satu penampil, Aning Katamsi (sopran) mengaku sudah lama ingin membawakan lagu "Mesicku Na Nebi Hlubokem" yang bercerita tentang peri air yang jatuh cinta dengan seorang pangeran.

Menurut dia, lagu ini andalan bagi seorang penyanyi sopran. Bagi dia konser ini menjadi ruang untuk berekspresi, selain juga untuk menginspirasi.

"Rutinias mengajar kadang kita lupa dengan diri sendiri, tapi dengan kesempatan ini guru bisa terpacu untuk latihan, sedangkan murid yang hadir bisa termotivasi seperti guru mereka," kata Aning.

Alvin Kusuma, anggota paduan suara Infinito Singers yang datang bersama teman-teman grup paduan suaranya, mengaku terinspirasi dari Konser Musik Senja.

"Bagi kami praktisi paduan suara, konser tadi inspiratif karena mereka pengajar yang memiliki kemampuan teknis yang tinggi, dari sini kami bisa melihat seperti apa teknik vokal yang baik dan termotivasi untuk mempunyai teknik vokal yang sama tingginya," ujar Alvin.

"Menurut saya pribadi semua penampil berhasil membawakan lagu-lagu dengan baik," tambah dia.