Masduki menyatakan, pembangunan kereta cepat ini membutuhkan kajian komersil yang nantinya akan dikerjakan oleh BUMN Indonesia maupun BUMN luar negeri.
"Kalau memang hasil kajian komersialnya menguntungkan, tidak ada dana dari APBN nah kenapa tidak. Toh itu juga bisa mendatangkan aliran modal ke dalam negeri yang sekarang dibutuhkan. Khan dulu estimasi kereta cepat itu Rp70 triliun," ujar dia, di kompleks Istana Negara, Jakarta, Jumat.
Menuurut bekas aktivis ICW ini, jika memang ada uang masuk sebesar Rp70 triliyun ke Indonesia maka akan memperkuat pendanaan dalam negeri.
Selain itu, pembangunan kereta cepat ini tidak akan membutuhkan Perpres karena skema yang digunakan adalah skema bisnis (B2B).
"Tidak perlu, kan izin pemerintah izin mengeluarkan untuk trase nya, kalau memang dari aspek komersialnya sudah beres dan sudah mengajukan izin, ya jadi tidak ada ruang sama sekali untuk APBN, tidak ada jaminan dari pemerintah dan hanya akan memberikan izin trasenya," ujar Masduki.
"Jadi yang harus dipahami adalah visi presiden itu sangat jauh ke depan ingin mengubah moda transportasi darat menjadi kereta api," ujar dia.