Tanpa staibilitas nilai tukar mata uang resmi, pertumbuhan ekonomi suatu negara muskil bisa dicapai. Pagi tadi rupiah dibuka dengan kurs nyaris menyentuh Rp14.700/dolar Amerika Serikat.
Negara-negara tujuan ekspor juga sedang tidak terlalu baik ekonominya sehingga belanja domestik harus didorong berbasis barang produksi dalam negeri.
"Ini sudah lampu kuning sebenarnya buat kita dan tentunya kita sangat mengharapkan pemerintah bisa melakukan terobosan bagaimanan supaya nilai tukar ini tidak bergerak naik," kata Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi), Adhi S Lukman, yang digelar Badan Koordinasi Penanaman Modal, di Jakarta, Jumat.
Ia mengatakan pengeluaran perusahaan akan semakin berat terutama untuk belanja modal akibat pelemahan nilai tukar rupiah terus terjadi. Kebanyakan barang modal dan peralatan modal industri Indonesia diimpor.
"Rupiah ini khususnya bsgi industri makanan minuman sangat terasa sekali. Bahan baku masih banyak yang tergantung dari impor. Ini yang jadi masalah," ujarnya.
Dalam keadaan daya beli melemah saat ini, dia menyatakan, "Ini mau tidak mau kami bertahan. Kami tidak bisa menaikkan harga jual karena kondisi ekonomi juga daya beli melemah. Kalau dinaikkan harga kami juga yang akan makin berat," ujarnya.
Sebelumnya, nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Jumat pagi ini bergerak melemah sebesar 15 poin menjadi Rp14.695 dibandingkan posisi sebelumnya Rp14.680 per dolar AS.
"Nilai tukar rupiah kembali bergerak terdepresiasi terhadap dolar AS menyusul belum ada momentum positif, di antaranya proyeksi perekonomian Indonesia yang masih akan melambat," kata Kepala Riset NH Korindo Securities Indonesia, Reza Priyambada, di Jakarta.
Ia mengemukakan pernyataan Bank Indonesia yang memprediksi kondisi ekonomi Indonesia sampai semester pertama 2016 belum menunjukan perbaikan menyusul neraca transaksi berjalan dan neraca pembayaran Indonesia yang masih defisit.
"Harapan perbaikan ekonomi masih minim sehingga membuat laju nilai tukar rupiah cenderung berada di area negatif. Intervensi pasar BI-pun diperkirakan hanya bersifat jangka pendek sepanjang belum ada kabar positif dari kinerja pemerintah terutama dalam menyerap anggaran belanja infrastruktur," katanya.