Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di pasar uang spot antarbank Jakarta melemah 98 poin menjadi 14.650 per dolar AS setelah pada hari sebelumnya ditutup pada 14.552 per dolar AS.

"Permintaan dolar AS yang terus meningkat menambah tekanan bagi mata uang rupiah. Meningkatnya permintaan dolar AS itu seiring dengan kebutuhan perusahaan untuk melakukan pembayaran utangnya di kuartal ketiga 2015, pada periode itu biasanya perusahaan membayar sebagian pinjaman luar negeri," ujar pengamat pasar uang Bank Himpunan Saudara, Rully Nova.

Di sisi lain, lanjut dia, aksi spekulan di pasar uang juga cenderung meningkat di tengah belum adanya kepastian kebijakan bank sentral Amerika Serikat (the Fed) untuk menaikan suku bunga acuannya.

"Ketidakpastian dari the Fed yang terus berlarut-larut membuat nilai wajar posisi rupiah tidak bisa diprediksi, sehingga potensi depresiasi masih akan terus berlanjut," ucapnya.

Ia mengharapkan Bank Indonesia maupun pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan memiliki kebijakan baru lagi yang fokus mengantisipasi rupiah agar tidak tertekan lebih dalam.

Kepala Riset MNC Securities, Edwin Sebayang menambahkan bahwa faktor depresiasi nilai tukar rupiah datang dari berbagai sentimen baik dari domestik maupun global.

Dari eksternal, ia mengemukakan bahwa Tiongkok yang kembali mengalami penurunan manufaktur di sepanjang tahun ini menjadi sebesar 6,5 persen, terendah dalam setahun terakhir akan berdampak pada Indonesia yang mengekspor komoditas.

Dari dalam negeri, lanjut dia, pemangkasan target pertumbuhan Indonesia menambah kejelasan bahwa ekonomi nasional masih melambat ke depannya. Diproyeksikan, pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya mencapai 4,7 persen pada akhir tahun ini.

Sementara menurut kurs tengah Bank Indonesia (BI), rupiah berada pada 14.623 per dolar AS dibandingkan sebelumnya 14.486 per dolar AS.