Jakarta (ANTARA News) - Ketua Komisi VI DPR RI Hafisz Tohir menyatakan hingga hari ini Komisi VI DPR RI belum mendapatkan laporan dari Menteri BUMN Rini Soemarno terkait kebijakannya berutang pada China Depelovment Bank (CDB) sebesar 3 milliar dolas AS untuk 3 bank plat merah yakni BRI, BNI, dan Mandiri.

"Komisi VI DPR RI akan meminta keterangan dari Menteri BUMN terkait hal ini (utang sebesar Rp43,28 triliun kepada bank plat merah)," kata Hafisz Tohir dalam rilis yang diterima ANTARA News, Jakarta, Rabu.

Menurut Hafisz, melihat pergerakan dollar yang punya trend naik terus sejak dua tahun terakhir, maka dapat diprediksi pinjaman dalam bentuk dolar suatu saat nanti pasti akan menjadi beban neraca pembayaran negara.
"Untuk itu sebaiknya saat ini kita tidak melakukan pinjaman luar negeri dalam bentuk dolar," kata politisi PAN itu.

Ia menyarankan, alternatif terbaik untuk kondisi ekonomi RI yang lemah saat ini adalah counter trade dengan negara-negara tujuan ekspor Indonesia.

"Pinjaman dalam dolar AD pasti terlalu beresiko. Pinjaman luar negeri sebaiknya yang pergerakannya mata uangnya tidak terlalu progresif seperti dolar AS misalnya Yen yang cenderung stabil," sebutnya.

Selain itu, sikap pemerintah yang mencari pinjaman di luar negeri menunjukkan bahwa likuiditas di dalam negeri sedang sulit karena pasar modal mengalami Capital Fight yang terus menerus di bursa saham.

Kalau pemerintah tidak menutup krisis likuiditas ini dari utang maka solusinya adalah memakai cadangan devisa. Tapi tampaknya pemerintah masih malu untuk gunakan cadangan devisa. Pemerintah masih mencoba dengan berhutang dengan tameng mesin BUMN kita yang sebagian masih kuat.

"Jika Rini melakukan hal ini pasti atas sepengetahuan Presiden. Tetapi tindakan ini kurang tepat. Yang paling penting adlah Pemerintah harus membuat kebijakan yang pro poor, pro job, dan pro growth sehingga tidak akan ditolak pasar. Saat ini masa keemasan Jokowi telah berakhir, Dia sudah ditolak pasar. Maka apa saja kebijakan Jokowi saat ini pasar bereaksi negatif," demikian Hafisz.