Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia kembali mengubah rentang asumsi kurs rupiah di Rancangan APBN 2016, kali ini batas bawah dinaikkan menjadi Rp13.700-Rp13.900 per dolar AS dari sebelumnya di rentang Rp13.400-Rp13.900 per dolar AS.

Gubernur BI Agus Martowardojo dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Jakarta, Senin malam, memperkirakan tekanan pada defisit transaksi finansial karena ketidakpastian ekonomi global masih akan berlanjut setidaknya hingga kuartal I 2016.

"Kita melihat kondisi kuartal I 2016 masih Rp14 ribu per dolar AS setelah tertekan terus di kuartal III 2015 karena ekspetasi suku bunga The Fed. Namun ada penguatan sedikit di kuartal II-IV 2016 di Rp13.700-Rp13.900," ujar dia.

Agus mengatakan dinamika perekonomian global karena spekulasi kenaikan suku bunga bank sentral AS The Fed, develuasi yuan Tiongkok, dan penurunan harga komoditi akan memicu tekanan terhadap aliran modal ke dalam negeri. Sebaliknya, tekanan itu pula rentan mendorong dana keluar.

Secara tahun kalender berjalan hingga 18 September 2015, kata Agus, dana asing yang masuk ke pasar modal dan obligasi pemerintah turun menjadi hanya sekitar Rp39 triliun dari periode sama di 2014 sebesar Rp170 triliun.

"Namun kita juga meyakini tertekannya transaksi finansial ini karena gejolak ketidakpastian suku bunga The Fed. Setelah tekanan mulai mereda, kami lihat sampai 2016 bisa jadi lebih baik," ujarnya.

Menurut Agus, dalam pernyataan hasil sidang Komite Pasar Terbuka The Fed pekan lalu, terdapat indikasi bahwa bank sentral AS baru akan menaikkan suku bunganya jika inflasi di kisaran 2,0 persen. Dengan salah satu indikator itu, terdapat perkiraan suku bunga The Fed baru akan dinaikkan pada 2017.

"Jadi ada indikasi sulit dicapai, kemungkinan akan ditunda di 2017, ketidakpastian akan terus berjalan," ujarnya.

Meskipun masih terdapat tekanan pelebaran defisit untuk transaksi finansial, secara umum, Agus menilai defisit transaksi berjalan akhir 2015 dapat ditekan hingga 2,2 persen dari Produk Domestik Bruto. Angka itu turun dibanding defisit pada 2014 yang masih dekat di kisaran 3 persen terhadap PDB.

"Hingga kuartal II 2014, defisit 4,2 persen terhadap PDB. Sekarang 2,1 persen. Ini bagus," ujarnya.

Sementara itu, BI mempertahankan perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia di rentang 5,2--5,6 persen pada 2016. Adapun pemerintah menurunkan asumsinya menjadi 5,3 persen dari 5,5 persen di 2016.