Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Perdagangan akan memperketat pengawasan barang beredar di pasar dalam negeri, setelah pemerintah memutuskan untuk menghapus ketentuan Surat Pendaftaran Barang wajib dalam pengimporan dan mengoptimalkan penggunaan Nomor Pendaftaran Barang sebagai alat pengawasan ketertelusuran barang.

"Hal-hal yang ingin kita lakukan kedepan adalah pengetatan pengawasan di pasar dan post audit di gudang," kata Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen (SPK) Kementerian Perdagangan, Widodo, saat ditemui di Jakarta, Senin.

Widodo mengatakan, terkait dengan pengawasan barang di dalam pasar dalam negeri,saat ini pihaknya telah melakukan pembahasan secara internal dan diputuskan nantinya akan dilakukan pengawasan secara acak. Sementara untuk post audit, juga akan diterapkan hal serupa.

"Ada kewajiban bagi importir pada saat barang sampai ke Indonesia harus memberitahukan kita, sehingga kita bisa melakukan post audit. Jangan sampai kita ke gudang ternyata barang sudah didistribusikan, itu akan sulit dilacak," tuturnya.

Widodo menjelaskan, saat ini pemerintah telah memberikan kelonggaran dan diharapkan para pelaku usaha mengimpor barang-barang yang sesuai standar, baik itu bahan baku maupun barang konsumsi.

"Post audit dilakukan terkait mutu saja. Dan jika nantinya barang sudah terlanjur beredar dan tidak sesuai dengan ketentuan, maka importir berkewajiban untuk menarik barang tersebut dari peredaran," tambah Widodo.

Menurut dia, untuk memperketat pengawasan tersebut saat ini masih terkendala dengan Sumber Daya Manusia (SDM), di mana wilayah kabupaten/kota tidak memiliki kewenangan dalam melakukan pengawasan, sehingga pengawasan hanya dari pusat dan provinsi.

"Berdasarkan UU No. 23/2014 tentang Otonomi Daerah, kabupaten/kota tidak diberi wewenang untuk melakukan pengawasan barang beredar, yang melakukan pengawasan itu dari provinsi dan pusat. Artinya, SDM semakin berkurang," ujar Widodo.

Pemerintah tengah melakukan deregulasi dan debirokratisasi setelah dikeluarkannya Paket Kebijakan ekonomi beberapa waktu lalu.Salah satunya adalah debirokratisasi dengan melakukan revisi Permendag No. 14/M-DAG/PER/3/2007 tentang Standardisasi Jasa Bidang Perdagangan SNI Wajib terhadap Barang dan Jasa yang diperdagangkan.

Revisi tersebut di antaranya adalah, penyederhanaan berupa menghilangkan pengaturan terkait Surat Pendaftaran Barang (SPB) yang bersifat transaksional dan mengoptimalkan penggunaan Nomor Pendaftaran Barang (NPB) yang bersifat non-transaksional sebagai alat pengawasan ketertelusuran barang.

Selain itu, penambahan ketentuan bahwa barang impor yang telah berada di Kawasan Pabean tidak dapat memasuki Daerah Pabean jika tidak dilengkapi NPB yang berlaku sesuai dengan masa berlaku Sertifikat Produk Penggunaan Tanda (SPPT) SNI.

Kemudian juga mencabut Permendag No. 67/M-DAG/PER/11/2013 jo Permendag No. 10/M-DAG/PER/1/2014 dan akan menghilangkan ketentuan Surat Keterangan Pencantuman Label Dalam Bahasa Indonesia Barang Impor (SKPLBI) dan Surat Pembebasan Keterangan Pencantuman Label Dalam Bahasa Indonesia (SPKPLBI).

Sementara kewajiban pencantuman label dalam bahasa Indonesia untuk barang impor dilakukan sebelum diperdagangkan di pasar dalam negeri.