Jakarta (ANTARA News) - Pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia, Berly Martawardaya, menilai tren penarikan uang jaminan hari tua (JHT) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan tidak terlalu mempengaruhi ekonomi makro Indonesia.

"Tidak (memberi dampak besar)," kata dia, di Jakarta, Jumat.

Pemerintah mengeluarkan aturan baru sejak 1 September 2015 mengenai pencairan dana JHT bahwa pekerja yang berhenti bekerja atau terkena PHK bisa mencairkan JHT sesuai besaran saldo.

Tahun ini, BPJS Ketenagakerjaan telah mengeluarkan dana cukup besar untuk pencairan JHT yakni kurang lebih Rp30 triliun.


Aset BPJS Ketenagakerjaan sekitar Rp203 triliun, sehingga jika ditarik sekitar Rp30 triliun akan menggerus 14,8 persen aset itu.




Walau begitu, dari sejumlah dana yang ditarik itu, kata dia, bisa memberi dampak positif juga karena akan mendorong konsumsi dalam negeri.

"Konsepnya memang seperti itu. Di satu sisi, memang mendorong orang supaya tidak takut untuk pindah kerja dan lebih fleksibel. Selama pencarian kerja atau saat di-PHK, mereka tetap punya pemasukan dan dana juga bisa diputar," jelas dosen ekonomi UI itu.

Ia menambahkan, selain mengandalkan JHT, alternatif lainnya yang bisa dipilih oleh pekerja yang terkena PHK antara lain tabungan, dukungan keluarga, membuka usaha, serta mencari pekerjaan lain.

"Kalau tabungan lumayan, maka waktunya untuk sekolah lagi," ujarnya.