The Fed bersidang 10 kali setahun dan dalam sidang di ujung 2015 ini belum memutuskan suku bunga baru, setelah suku bunga saat ini bertahan selama tujuh tahun terakhir.
Walau begitu, efek phenomenon double blows dikhawatirkan tetap terjadi, yaitu saat wacana perubahan suku bunga diungkap dan setelah perubahan itu diberlakukan.
Ekonomi global yang sedang tidak cerah ini disumbang juga akan ketidakpastian sikap The Fed dan kinerja ekonomi Amerika Serikat, dan diperparah devaluasi yuan China.
"Kami melihat reaksi pagi ini rupiah masih belum menguat banyak. Dengan perkembangan nilai rupiah yang tidak menguat seperti mata uang negara lain, kami tetap khawatir dolar masih akan menuju Rp15.000," kata Nilam, saat dihubungi www.antaranews.com, di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, kekhawatiran pelemahan rupiah dipastikan berdampak pada industri selular; apalagi sebelumnya kenaikan harga ponsel sudah melebihi 10 persen dalam kurun waktu dua bulan ini akibat rupiah yang terus melemah.
"Walau pun (dampaknya) sudah tidak signifikan lagi karena pasar sudah menyesuaikan diri sebelumnya," ujar dia.
Dia katakan pasar ponsel sudah sangat sepi karena kenaikan nilai tukar dolar Amerika Serikat terhadap rupiah ditambah penurunan daya beli masyarakat.
Namun, dia mengaku belum dapat memprediksi kisaran kenaikan harga ponsel.
"Daya beli masyarakat sangat rendah. Sangat sulit menghitung harga jual yang cocok sat ini. Cocok artinya cocok untuk importir dan cocok untuk konsumen," jelas dia.