Jakarta (ANTARA News) - Insan seni yang tergabung dalam Perkumpulan Pencinta Seri Rupa Indonesia berkampanye untuk meningkatkan kewaspadaan orang terhadap lukisan palsu guna membendung perdagangan lukisan palsu yang sekarang cenderung marak.

Usai diskusi tentang lukisan palsu di Jakarta, Kamis, kurator dan penulis buku sejarah seni rupa Aminudin TH Siregar menggambarkan maraknya peredaran lukisan palsu dengan membandingkan kisaran jumlah lukisan karya S. Sudjojono dengan lukisan yang dikatakan sebagai karya sang maestro di pasaran.

"Yang sekarang beredar sampai seribuan padahal karya Sudjojono selama hidupnya paling sekitar 500-an," kata staf pengajar di Institut Teknologi Bandung itu.

Dia juga mengutip data S. Sudjojono Center yang menyatakan bahwa sepanjang 1996-2000, dari 53 lukisan Sudjojono yang ditawarkan dalam 17 katalog lelang ada 17 lukisan palsu dan enam yang diragukan keasliannya.

Aminudin juga menyebut banyaknya jumlah lukisan yang diduga palsu di museum milik Dr. Oei Hong Djien (OHD).

"Dari 15 lukisan Sudjojono di OHD, 12 di antaranya diduga palsu," katanya.

Sementara kurator museum dan pemilik Sidharta Auctioneer, Amir Sidharta, memberikan gambaran mengenai maraknya peredaran lukisan palsu dengan mengatakan bahwa di satu titik dia bisa melihat lukisan palsunya tiga sampai lima kali lebih banyak dari yang asli.

"Semakin perupa-perupa itu top maka kesempatan orang untuk memproduksi lukisan palsunya semakin besar," kata analis keaslian lukisan Soedibio itu.

Lukisan-lukisan karya perupa kenamaan seperti Sudjojono, Soedibio dan Hendra Gunawan yang harganya sampai miliaran rupiah termasuk di antara karya yang banyak dipalsukan.

Analis lukisan Hendra Gunawan, Siont Tedja, mengatakan sekitar 240 lukisan yang ada dalam satu buku berjudul Hendra Gunawan Sang Pelukis Rakyat tidak ada satu pun yang asli.

Amir Sidharta dan Siont Tedja mengatakan orang-orang yang membuat lukisan-lukisan serupa karya pelukis terkemuka hanya menerima pesanan dari pembeli lukisan palsu yang berusaha meraup keuntungan besar dari jual beli lukisan palsu.

Aminudin mengatakan pemalsuan lukisan berkembang karena kurangnya pengetahuan mengenai sejarah seni rupa, yang antara lain berakar dari minimnya buku referensi sejarah seni rupa dan ruang-ruang pamer karya seni rupa untuk publik.

Selain itu, menurut dia, sampai sekarang belum ada pusat penelitian yang bisa memeriksa dan memverifikasi keaslian suatu lukisan atau menyediakan layanan semacam itu untuk publik.

Ke depan, menurut dia, harus ada upaya untuk menyusun buku referensi sejarah seni rupa yang komprehensif serta membangun laboratorium forensik karya seni rupa dan pusat penelitian sejarah seni rupa untuk membendung maraknya peredaran lukisan palsu.

Sebab, ia menjelaskan, peredaran lukisan palsu tidak hanya merebut hak seniman pembuat lukisan asli dan ahli warisnya tapi juga akan mengubah sejarah seni rupa Indonesia.

"Kalau dibiarkan saja, lah nanti anak saya belajarnya lukisan palsu dong," kata Aminudin.

Amir Sidharta juga mengatakan bahwa pemalsuan lukisan harus dibendung "terutama supaya sejarah seni rupa kita benar dan orang (pelukis) tidak tercemar."