Menteri Susi: kasus Benjina sudah sampai kejaksaan
17 September 2015 15:09 WIB
Eks anak buah kapal (ABK) PT. Pusaka Benjina Resources (PBR) berpose bersama saat akan dideportasi ke negara asal menggunakan pesawat khusus Myanmar Airways International (MAI), dari Bandara Pattimura Ambon, Maluku, Minggu (17/5/15). Sebanyak 128 warga Myanmar dari 369 eks ABK asing dievakuasi dari Benjina, Kabupaten Kepulauan Aru ke Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Tual oleh satgas Kementerian Kelautan dan Perikanan dibantu TNI Angkatan Laut sejak 4 April 2015. (ANTARA FOTO/Embong Salampessy)
Jakarta (ANTARA News) - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan berkas kasus perdagangan manusia yang melibatkan PT Pusaka Benjina Resources sudah sampai ke kejaksaan.
"Untuk tindak pidana human trafficking (perdagangan manusia) sudah P-21 (berkas selesai) di kejaksaan," kata Susi Pudjiastuti dalam konferensi pers di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta, Kamis.
Selain itu, ujar Susi, penyidik pada saat ini juga sedang menyusun berkas perkara tindak pidana korporasi dan tindak pidana pencucian uang yang terkait dengan kasus Benjina tersebut.
Terkait dengan kasus "illegal fishing" atau pencurian ikan yang melibatkan PT Pusaka Benjina, Susi mengatakan Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP Asep Burhanudin sedang memproses menerbitkan Surat Perintah Tugas Tim Penyidik PPNS Perikanan Penanganan Kasus Tindak Pidana Perikanan Grup Pusaka Benjina.
Pada pekan ketiga Agustus 2015, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) dan Satuan Tugas Anti Pencurian Ikan juga telah ke Benjina guna pengumpulan bahan dan keterangan.
Sebanyak 369 ABK PT Pusaka Benjina Resources asal Myanmar, Kamboja dan Laos meminta pemerintah Indonesia memulangkan mereka ke negara asal karena tidak tahan dengan tindakan perusahaan, yang dianggap memperlakukan mereka seperti budak.
Satuan Tugas Kementerian Kelautan dan Perikanan membantu evakuasi mereka setelah melakukan penyelidikan langsung di Dobo, Ibu Kota Kepulauan Aru, dan Pulau Benjina yang menjadi markas PT Pusaka Benjina Resources.
Penyelidikan itu dilakukan menyusul pemberitaan media Amerika Serikat, Associated Press, yang menurunkan laporan bertajuk "Was Your Seafood Caught By Slaves?" berupa rekaman video yang memperlihatkan adanya penjara-penjara dan kuburan yang diduga kuat berisi jenazah para ABK asing di Benjina.
Sementara itu, Badan Pusat Statistik Provinsi Maluku mencatat selama bulan Juli 2015 tidak ada kegiatan ekspor sama sekali dari wilayah tersebut, di antaranya terkait terungkapnya perbudakan nelayan asing yang dikenal dengan kasus Benjina.
"Itu berarti nilai ekspor mengalami penurunan sebesar 100 persen jika dibandingkan dengan kegiatan ekspor pada bulan Juni 2015 sebesar 0,33 juta dolar AS," kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Maluku Diah Utami di Ambon, Rabu (2/9).
Jika dibandingkan lagi dengan nilai ekspor pada bulan Juli 2014 yang mencapai 8,43 juta dolar AS, lanjutnya, pascaterungkapnya kasus Benjina itu juga terjadi penurunan 100 persen.
"Untuk tindak pidana human trafficking (perdagangan manusia) sudah P-21 (berkas selesai) di kejaksaan," kata Susi Pudjiastuti dalam konferensi pers di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta, Kamis.
Selain itu, ujar Susi, penyidik pada saat ini juga sedang menyusun berkas perkara tindak pidana korporasi dan tindak pidana pencucian uang yang terkait dengan kasus Benjina tersebut.
Terkait dengan kasus "illegal fishing" atau pencurian ikan yang melibatkan PT Pusaka Benjina, Susi mengatakan Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP Asep Burhanudin sedang memproses menerbitkan Surat Perintah Tugas Tim Penyidik PPNS Perikanan Penanganan Kasus Tindak Pidana Perikanan Grup Pusaka Benjina.
Pada pekan ketiga Agustus 2015, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) dan Satuan Tugas Anti Pencurian Ikan juga telah ke Benjina guna pengumpulan bahan dan keterangan.
Sebanyak 369 ABK PT Pusaka Benjina Resources asal Myanmar, Kamboja dan Laos meminta pemerintah Indonesia memulangkan mereka ke negara asal karena tidak tahan dengan tindakan perusahaan, yang dianggap memperlakukan mereka seperti budak.
Satuan Tugas Kementerian Kelautan dan Perikanan membantu evakuasi mereka setelah melakukan penyelidikan langsung di Dobo, Ibu Kota Kepulauan Aru, dan Pulau Benjina yang menjadi markas PT Pusaka Benjina Resources.
Penyelidikan itu dilakukan menyusul pemberitaan media Amerika Serikat, Associated Press, yang menurunkan laporan bertajuk "Was Your Seafood Caught By Slaves?" berupa rekaman video yang memperlihatkan adanya penjara-penjara dan kuburan yang diduga kuat berisi jenazah para ABK asing di Benjina.
Sementara itu, Badan Pusat Statistik Provinsi Maluku mencatat selama bulan Juli 2015 tidak ada kegiatan ekspor sama sekali dari wilayah tersebut, di antaranya terkait terungkapnya perbudakan nelayan asing yang dikenal dengan kasus Benjina.
"Itu berarti nilai ekspor mengalami penurunan sebesar 100 persen jika dibandingkan dengan kegiatan ekspor pada bulan Juni 2015 sebesar 0,33 juta dolar AS," kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Maluku Diah Utami di Ambon, Rabu (2/9).
Jika dibandingkan lagi dengan nilai ekspor pada bulan Juli 2014 yang mencapai 8,43 juta dolar AS, lanjutnya, pascaterungkapnya kasus Benjina itu juga terjadi penurunan 100 persen.
Pewarta: Muhammad Razi Rahman
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015
Tags: