OC Kaligis dinilai jaksa berakting sebagai korban
17 September 2015 14:07 WIB
Terdakwa kasus dugaan tindak pidana korupsi suap Majelis Hakim dan Panitera PTUN Medan Otto Cornelis Kaligis (kiri) berbincang dengan kuasa hukumnya di sela sidang lanjutan dengan agenda mendengarkan jawaban JPU terhadap nota pembelaan (eksepsi) di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (17/9). (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa)
Jakarta (ANTARA News) - Jaksa Penutut Umum (JPU) KPK menilai Otto Cornelis Kaligis menempatkan dirinya korban dalam perkara dugaan pemberian suap kepada hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan.
"Mencermati nota keberatan terdakwa, kami JPU menangkap kesan seolah-olah terdakwa tidak dihadapkan dalam kasus korupsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di mana Otto Cornelis Kaligis duduk sebagai terdakwa tapi terdakwa sedang berhadapan dengan musuh yang melucuti harga diri dan HAM-nya," kata JPU Yudi Kristiana dalam sidang pembacaan tanggapan jaksa di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.
Menurut Yudi, Kaligis piawai menyusun eksepsi dan menuntun untuk masuk skema seolah-olah dia korban.
"Terdakwa berusaha mendramatisasi keadaan dengan membawa peristiwa-peristiwa yang menyalahi prosedur hukum dengan menggunakan kata-kata diculik dan dirampas kemerdekaannya dengan sewenang-wenang, saya ditarget KPK; diculik dulu baru 2 alat bukti, diperlakukan sebagaimana tahanan teroris yang berbahaya, pelanggaran HAM terhadap saya, Penuntut Umum terjebak dalam upaya pihak-pihak yang ingin merendahkan kehormatan dan kewibawaan penegak hukum dengan bertindak sewenang-wenang terhadap profesi advokat, kasus direkayasa dan sengaja diangkat untuk dijadikan komoditi," papar Yudi.
Tanggapan tersebut menurut jaksa bukan untuk mengesampingkan eksepsi Kaligis yang begitu komprehensif.
"Tapi mengingat persidangan ini adalah bertujuan untuk mengungkapkan keadilan materiil hukum pidana untuk mendapatkan keadilan bukan hanya untuk terdakwa semata tapi juga bagi seluruh rakyat Indonesia. Jadi tanggapan ini adalah sebagai upaya untuk meluruskan konstruksi berpikir hukum dan menghadirkan keseimbangkan sehingga dengan demikian terbangun harmoni dalam berhukum dalam persidangan yang terhormat ini," tegas Yudi.
Dia juga menyoroti penasihat hukum yang dinilainya hanya mempersoalkan hal-hal elementer seperti nama Kaligis yang tidak benar meski Kaligis sudah membenarkan identitasnya di pengadilan.
"Sungguh keanehan hal ini dipaksa masuk seolah menjadi alasan ketidakcermatan JPU menyusun surat dakwaan. Apalagi kalau terdakwa punya kerendahan hati untuk diperiksa di tahap penyidikan maka masalah yang dikeluhkan dapat diselesaikan karena terdakwa dapat menyebut seluruh atribut yang menyertainya, namun sangat disayangkan kesempatan itu dilewatkan begitu saja dengan melewatkan sebagian besar pemeriksaan di tingkat penyidikan padahal JPU mencantumkan identitas terdakwa sebagaimana berkas perkara," ungkap jaksa Yudi.
Dia juga menyebut Kaligis menyampaikan peristiwa-peristiwa di masa lalu yang tidak relevan mengenai mantan pimpinan KPK Bibit Samad Riyanto dan Chandra M Hamzah.
"Dan melakukan pengulangan dengan menyampaikan argumentasi di praperadilan yang sudah dinyatakan gugur oleh PN Jakarta Selatan. Dengan demikian materi keberatan yang diajukan terdakwa dan penasihat hukum tidak semuanya relevan untuk ditanggapi karena bukan ruang lingkup eksepsi," ungkap jaksa Yudi.
Kaligis didakwa memberikan uang dengan nilai total 27 ribu dolar AS dan 5 ribu dolar Singapura kepada tiga hakim PTUN Medan sehingga diancam pidana paling singkat tiga tahun dan paling lama 15 tahun serta denda paling kecil Rp150 juta dan paling banyak Rp750 juta.
"Mencermati nota keberatan terdakwa, kami JPU menangkap kesan seolah-olah terdakwa tidak dihadapkan dalam kasus korupsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di mana Otto Cornelis Kaligis duduk sebagai terdakwa tapi terdakwa sedang berhadapan dengan musuh yang melucuti harga diri dan HAM-nya," kata JPU Yudi Kristiana dalam sidang pembacaan tanggapan jaksa di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.
Menurut Yudi, Kaligis piawai menyusun eksepsi dan menuntun untuk masuk skema seolah-olah dia korban.
"Terdakwa berusaha mendramatisasi keadaan dengan membawa peristiwa-peristiwa yang menyalahi prosedur hukum dengan menggunakan kata-kata diculik dan dirampas kemerdekaannya dengan sewenang-wenang, saya ditarget KPK; diculik dulu baru 2 alat bukti, diperlakukan sebagaimana tahanan teroris yang berbahaya, pelanggaran HAM terhadap saya, Penuntut Umum terjebak dalam upaya pihak-pihak yang ingin merendahkan kehormatan dan kewibawaan penegak hukum dengan bertindak sewenang-wenang terhadap profesi advokat, kasus direkayasa dan sengaja diangkat untuk dijadikan komoditi," papar Yudi.
Tanggapan tersebut menurut jaksa bukan untuk mengesampingkan eksepsi Kaligis yang begitu komprehensif.
"Tapi mengingat persidangan ini adalah bertujuan untuk mengungkapkan keadilan materiil hukum pidana untuk mendapatkan keadilan bukan hanya untuk terdakwa semata tapi juga bagi seluruh rakyat Indonesia. Jadi tanggapan ini adalah sebagai upaya untuk meluruskan konstruksi berpikir hukum dan menghadirkan keseimbangkan sehingga dengan demikian terbangun harmoni dalam berhukum dalam persidangan yang terhormat ini," tegas Yudi.
Dia juga menyoroti penasihat hukum yang dinilainya hanya mempersoalkan hal-hal elementer seperti nama Kaligis yang tidak benar meski Kaligis sudah membenarkan identitasnya di pengadilan.
"Sungguh keanehan hal ini dipaksa masuk seolah menjadi alasan ketidakcermatan JPU menyusun surat dakwaan. Apalagi kalau terdakwa punya kerendahan hati untuk diperiksa di tahap penyidikan maka masalah yang dikeluhkan dapat diselesaikan karena terdakwa dapat menyebut seluruh atribut yang menyertainya, namun sangat disayangkan kesempatan itu dilewatkan begitu saja dengan melewatkan sebagian besar pemeriksaan di tingkat penyidikan padahal JPU mencantumkan identitas terdakwa sebagaimana berkas perkara," ungkap jaksa Yudi.
Dia juga menyebut Kaligis menyampaikan peristiwa-peristiwa di masa lalu yang tidak relevan mengenai mantan pimpinan KPK Bibit Samad Riyanto dan Chandra M Hamzah.
"Dan melakukan pengulangan dengan menyampaikan argumentasi di praperadilan yang sudah dinyatakan gugur oleh PN Jakarta Selatan. Dengan demikian materi keberatan yang diajukan terdakwa dan penasihat hukum tidak semuanya relevan untuk ditanggapi karena bukan ruang lingkup eksepsi," ungkap jaksa Yudi.
Kaligis didakwa memberikan uang dengan nilai total 27 ribu dolar AS dan 5 ribu dolar Singapura kepada tiga hakim PTUN Medan sehingga diancam pidana paling singkat tiga tahun dan paling lama 15 tahun serta denda paling kecil Rp150 juta dan paling banyak Rp750 juta.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2015
Tags: