Musim hujan lebih pendek karena perubahan iklim
16 September 2015 16:30 WIB
Seorang warga menggunakan payung menerobos lebatnya hujan hujan di kawasan Kotabaru, Yogyakarta, Jumat (28/12). BMKG memprakirakan hujan akan mulai turun bulan November di wilayah Indonesia bagian selatan dan bulan Desember di wilayah lain. (FOTO ANTARA/Noveradika)
Jakarta (ANTARA News) - Musim hujan terjadi lebih pendek namun dengan intensitas semakin tinggi karena perubahan iklim, kata Kepala Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dodo Gunawan.
"Dampak perubahan iklim menyebabkan kondisi ekstrem. Saat hujan intensitasnya lebih tinggi namun dengan periode yang lebih pendek, saat musim kemarau menjadi sangat kering," kata Dodo di Kantor BMKG, Jakarta, Rabu.
Perubahan ekstrem tersebut, ia mengatakan, berdampak terhadap lingkungan maupun kesehatan.
"Misal setelah musim kemarau panjang lalu langsung hujan dengan intensitas tinggi, dampaknya ke fisik tanah yang langsung terisi air. Kalau sektor kesehatan, bisa menyebabkan ledakan hama, puncak musim demam berdarah," jelas Dodo.
Kepala Bidang Informasi Perubahan Iklim BMKG Nasrullah mengatakan intensitas hujan meningkat antara lain akibat sumbangan kotoran dari kegiatan manusia.
"Kotoran sisa kegiatan manusia dan industri, debu, menjadi inti kondensasi yang mempercepat terjadinya proses awan," katanya.
"Sumbangan kotoran itu yang menyebabkan timbulnya awan yang besar dan itu yang membuat hujan jadi lebih kencang. Maka lagi-lagi kegiatan manusia sangat berpengaruh terhadap proses itu," tambah dia.
Dengan kondisi hujan yang intensitasnya tinggi dalam periode lebih pendek, Nasrullah mengatakan, pemerintah mesti sigap mengantisipasi kemungkinan banjir saat musim hujan.
"Ini yang perlu diantisipasi oleh pemerintah, bagaimana mempersiapkan saluran air untuk menampung intensitas air yang tinggi itu sehingga tidak terbuang ke jalan," katanya.
"Dampak perubahan iklim menyebabkan kondisi ekstrem. Saat hujan intensitasnya lebih tinggi namun dengan periode yang lebih pendek, saat musim kemarau menjadi sangat kering," kata Dodo di Kantor BMKG, Jakarta, Rabu.
Perubahan ekstrem tersebut, ia mengatakan, berdampak terhadap lingkungan maupun kesehatan.
"Misal setelah musim kemarau panjang lalu langsung hujan dengan intensitas tinggi, dampaknya ke fisik tanah yang langsung terisi air. Kalau sektor kesehatan, bisa menyebabkan ledakan hama, puncak musim demam berdarah," jelas Dodo.
Kepala Bidang Informasi Perubahan Iklim BMKG Nasrullah mengatakan intensitas hujan meningkat antara lain akibat sumbangan kotoran dari kegiatan manusia.
"Kotoran sisa kegiatan manusia dan industri, debu, menjadi inti kondensasi yang mempercepat terjadinya proses awan," katanya.
"Sumbangan kotoran itu yang menyebabkan timbulnya awan yang besar dan itu yang membuat hujan jadi lebih kencang. Maka lagi-lagi kegiatan manusia sangat berpengaruh terhadap proses itu," tambah dia.
Dengan kondisi hujan yang intensitasnya tinggi dalam periode lebih pendek, Nasrullah mengatakan, pemerintah mesti sigap mengantisipasi kemungkinan banjir saat musim hujan.
"Ini yang perlu diantisipasi oleh pemerintah, bagaimana mempersiapkan saluran air untuk menampung intensitas air yang tinggi itu sehingga tidak terbuang ke jalan," katanya.
Pewarta: Monalisa
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2015
Tags: