Ekonom: pertumbuhan ekonomi RAPBN 2016 perlu direvisi
15 September 2015 20:05 WIB
ilustrasi Asumsi Pertumbuhan Ekonomi Pekerja menyelesaikan pembangunan gedung bertingkat di Jakarta, Selasa (16/6). Pemerintah menyiapkan asumsi pertumbuhan ekonomi pada tahun ini diantaranya asumsi pertumbuhan lebih rendah dari target dalam APBN-P 2015 sebesar 5,7 persen dan dengan asumsi yang lebih tinggi, ekonomi diperkirakan tumbuh 5,4 persen sedangkan dalam perhitungan yang lebih rendah, ekonomi diupayakan dapat tumbuh sebesar 5,2 persen. (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa) ()
Jakarta (ANTARA News) - Ekonom Universitas Katolik Indonesia (Unika) Atma Jaya A. Prasetyantoko menilai pertumbuhan ekonomi dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016 perlu direvisi karena Indonesia menghadapi tantangan eksternal yang berat dan rumit.
"Pemerintahan Joko Widodo menghadapi tantangan eksternal yang lebih rumit, apalagi program Nawacita dibuat sebelum tantangan eksternal itu ada. Dalam RAPBN 2016, pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan 5,5 persen mungkin akan menjadi subyek untuk direvisi. Diperkirakan akan direvisi jadi 5,2 persen," ujar dia dalam diskusi bertajuk "Berharap pada APBN Nawacita" di Jakarta, Selasa.
Ia berpendapat dalam kondisi perekonomian yang sedang lesu, target pertumbuhan ekonomi cukup sebesar 4,7-4,9 persen, dengan catatan berdimensi solid.
Selain pertumbuhan ekonomi, menurut dia, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dalam RAPBN 2016 juga perlu direvisi karena nilai dolar AS kini sudah di atas Rp14.000, sementara nilai tukar dalam RAPBN 2016 diperkirakan sebesar Rp13.400.
Meski begitu, ia menilai kinerja dan komitmen pemerintahan Presiden Joko widodo (Jokowi) akan mulai tampak beberapa bulan kemudian, termasuk paket kebijakan ekonomi tahap I yang akan digulirkan pada September 2015.
"Jangan diharapkan paket kebijakan ekonomi itu sebagai painkillers, tapi itu vitamin, tidak cepat, tetapi terlihat dampaknya 2-3 bulan lagi. Seberapa cepat Menko Perekonomian menggerakkan juga," tutur Prasetyantoko.
Menurut dia, pemerintah tidak dapat hanya mengandalkan fiskal dan instrumen deregulasi, melainkan diperlukan juga pola kebijakan industri di paket berikutnya.
Sementara tantangan eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi 2015 dan diprediksi hingga 2016, menurut dia, adalah melemahnya ekonomi Tiongkok yang berdampak pada harga komoditas, gejolak ekonomi global, rencana kenaikan suku bunga Bank Sentral AS atau the Fed dan belanja pemerintah.
Dalam RAPBN 2016, pemerintah menargetkan besaran pendapatan Rp1.848 triliun dan belanja negara Rp2.121 triliun. Besaran tersebut disusun berdasarkan pada tujuh asumsi, di antaranya pertumbuhan ekonomi sebesar 5,5 persen dan nilai tukar rupiah sebesar Rp13.400/dolar AS.
"Pemerintahan Joko Widodo menghadapi tantangan eksternal yang lebih rumit, apalagi program Nawacita dibuat sebelum tantangan eksternal itu ada. Dalam RAPBN 2016, pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan 5,5 persen mungkin akan menjadi subyek untuk direvisi. Diperkirakan akan direvisi jadi 5,2 persen," ujar dia dalam diskusi bertajuk "Berharap pada APBN Nawacita" di Jakarta, Selasa.
Ia berpendapat dalam kondisi perekonomian yang sedang lesu, target pertumbuhan ekonomi cukup sebesar 4,7-4,9 persen, dengan catatan berdimensi solid.
Selain pertumbuhan ekonomi, menurut dia, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dalam RAPBN 2016 juga perlu direvisi karena nilai dolar AS kini sudah di atas Rp14.000, sementara nilai tukar dalam RAPBN 2016 diperkirakan sebesar Rp13.400.
Meski begitu, ia menilai kinerja dan komitmen pemerintahan Presiden Joko widodo (Jokowi) akan mulai tampak beberapa bulan kemudian, termasuk paket kebijakan ekonomi tahap I yang akan digulirkan pada September 2015.
"Jangan diharapkan paket kebijakan ekonomi itu sebagai painkillers, tapi itu vitamin, tidak cepat, tetapi terlihat dampaknya 2-3 bulan lagi. Seberapa cepat Menko Perekonomian menggerakkan juga," tutur Prasetyantoko.
Menurut dia, pemerintah tidak dapat hanya mengandalkan fiskal dan instrumen deregulasi, melainkan diperlukan juga pola kebijakan industri di paket berikutnya.
Sementara tantangan eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi 2015 dan diprediksi hingga 2016, menurut dia, adalah melemahnya ekonomi Tiongkok yang berdampak pada harga komoditas, gejolak ekonomi global, rencana kenaikan suku bunga Bank Sentral AS atau the Fed dan belanja pemerintah.
Dalam RAPBN 2016, pemerintah menargetkan besaran pendapatan Rp1.848 triliun dan belanja negara Rp2.121 triliun. Besaran tersebut disusun berdasarkan pada tujuh asumsi, di antaranya pertumbuhan ekonomi sebesar 5,5 persen dan nilai tukar rupiah sebesar Rp13.400/dolar AS.
Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015
Tags: