New York (ANTARA News) - Petenis Italia Roberta Vinci sudah melupakan kekalahannya pada final AS Terbuka dari sahabat dan rekan senegaranya Flavia Pennetta dengan lebih membahas pasta buatan rumah dan menikmati hamburger New York terakhir.

Jauh dari kata terpukul karena kalah 6-7 (4/7), 2-6 dari sahabat sejak masa kecilnya, petenis berusia 32 tahun itu malah berlelucon bak sedang stand-up comedy.

Mengolok-olok kemampuannya sendiri dalam berbahasa Inggris, Vinci mengaku pecinta New York namun merindukan rumahnya di Taranto di Italia selatan.

"Saya suka New York. Sekarang mungkin ini cheeseburger terakhir saya, dan besok pasta, pasta sungguhan di rumah," kata dia seraya mengangkat kedua tangannya ke udara dengan mimik mengolok-olok.

"Tapi tidak, saya menikmati sepanjang musim, sepanjang musim AS Terbuka. Saya bermain bagus sekali. Ya, emosi saya sulit dikatakan, apalagi dalam Bahasa Inggris."

Vinci mengalahkan Serena Williams pada semifinal sehingga menghancurkan mimpi petenis AS dalam menciptakan tahun kalender Grand Slam pertama sejak 1988.

Dia berkelakar bahwa dia menerima banyak pesan selamat untuk kemampuan berbahasa Inggrisnya dan juga kemenangan itu, yang mungkin menjadi salah satu kejutan terbesar dalam sejarah tenis.

"Saya menerima banyak ucapan selamat mengenai wawancara saya, tapi Bahasa Inggris saya memang buruk sekali."

"Pers berkata, Selamat, bagus. Karena saya mengalahkan Serena? Bukan, untuk wawancara Anda. Grazie. Terima kasih. Saya tidak bercanda lho. Itu benar terjadi. Terima kasih. Saya perlu meningkatkan kemampuan Bahasa Inggris saya, ya?"

Petenis berperingkat 43 dunia itu telah menjadi petenis tertua yang maju ke semifinal sebuah turnamen Grand Slam karena sebelum itu tak pernah bisa lebih dari babak perempatfinal.

Dia hanya pernah mengalahkan dua petenis kelompok 30 top dunia tahun ini, namun tiba-tiba pada semifinal AS Terbuka dia malah sukses membekuk Serena Williams. Dan dia menyebutnya sebagai mukjizat belaka.

"Keajaiban bisa terjadi. Karena saya mengalahkan Serena, keajaiban. Lalu dua petenis Italia mencapai final Grand Slam , keajaiban lagi. Dan seorang petenis Italia menjuarai sebuah Grand Slam, keajaiban yang lain," kata dia.

Vinci dan Pennetta telah bersahabat sejak usia mereka sembilan tahun dan sekamar di pusat pelatihan tenis Italia di Roma. Tetapi dia tidak berniat mengikuti jejak Pennetta untuk pensiun dari tenis.

"Tidak, sungguh. Saya suka bermain tenis," kata Vinci seperti dikutip AFP.