Palembang (ANTARA News) - Kepolisian Daerah Sumatera Selatan sedang memeriksa 20 perusahaan hutan tanaman industri karena diduga membakar hutan dan lahan di area yang dikuasainya secara sengaja atau membiarkan areanya terbakar.

"Perusahaan yang diperiksa itu sebagian besar beroperasi di wilayah Kabupaten Ogan Komering Ilir dan Musi Banyuasin yang terdeteksi satelit paling banyak terdapat titik apinya," kata Kapolda Sumatera Selatan Irjen Pol Iza Fadri di Palembang, Jumat.

Menurut dia, proses pemeriksaan sekarang ini masih dalam tahap penyelidikan dan belum ada satupun perusahaan yang ditetapkan sebagai tersangka pelaku pembakar hutan dan lahan yang menjadi salah satu penyumbang kabut asap.

Penyelidikan kasus tersebut akan dilakukan secara intensif dengan memeriksa pihak perusahaan, saksi, dan mengumpulkan barang bukti.

Jika dalam penyelidikan itu terbukti melakukan pembakaran hutan dan lahan atau penyebab terjadinya bencana kabut asap pada musim kemarau sekarang ini yang mulai menggagu berbagai aktivitas dan kesehatan masyarakat akan ditindak tegas sesuai dengan ketentuan hukum.

"Masyarakat dan pihak perusahaan sesuai ketentuan pada musim kemarau dilarang melakukan pembakaran untuk membersihkan atau membuka lahan pertanian/perkebunan baru, jika sampai terbukti sengaja melanggar larangan itu akan diproses secara hukum," ujar kapolda.

Dia menjelaskan, kebakaran hutan dan lahan yang terjadi sekarang ini sebagian besar dipengaruhi faktor alam, karena kondisi cuaca pada September 2015 ini sangat panas sehingga menimbulkan cukup banyak titik api di kawasan hutan dan lahan gambut.

Untuk mengatasi masalah kabut asap dampak kebakaran hutan dan lahan yang disebabkan faktor alam, perlu ditanggulangi secara bersama-sama melakukan berbagai tindakan pemadaman sumber titik api.

Sedangkan untuk mengatasi kabut asap yang disebabkan olah faktor kesengajaan manusia, pihaknya memerintahkan kepada seluruh kapolres untuk melakukan pengawasan ketat di wilayah hukumnnya masing-masing dan melakukan tindakan hukum secara tegas kepada siapapun yang terbukti melakukan pembakaran secara sengaja, kata jenderal polisi bintang dua itu.

Sementara Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Selatan Hadi Jatmiko menyatakan penegakkan hukum merupakan kunci untuk mengatasi masalah kabut asap yang terjadi pada setiap tahun atau musim kemarau di provinsi tersebut.

"Berdasarkan hasil pengamatan dan data yang dihimpun aktivis lingkungan, kabut asap sebagian besar berasal dari kebakaran hutan dan lahan areal konsesi perusahaan terutama perkebunan yang diduga secara sengaja dibakar untuk membersihkan lahan dan tidak melakukan tindakan pencegahan," ujarnya.

Menurut dia, titik panas atau "hotspot" yang terdeteksi pada setiap musim kemarau di wilayah provinsi yang memiliki 17 kabupaten dan kota itu, sebagian besar berada di areal konsesi perusahaan perkebunan, hutan tanaman industri, dan sejumlah perusahaan lainnya.

Berdasarkan pantauan melalui satelit, titik panas di areal konsesi perusahaan setiap tahun menunjukkan jumlah peningkatan.

Pada musim kemarau 2014 dalam wilayah konsesi perusahaan terdapat sekitar 300 titik panas, sedangkan pada musim kemarau tahun ini terdeteksi 670 titik panas bahkan jumlahnya pada malam hari bisa lebih banyak lagi karena diduga perusahaan melakukan pembakaran untuk membuka lahan baru atau membersihkan lahan pascapanen.

Melihat fakta tersebut, jika wilayah Sumsel ingin terbebas dari masalah kabut asap yang mengancam pada setiap musim kemarau, harus melakukan penegakan hukum dan meninjau ulang izin perusahaan yang berada di kawasan hutan dan lahan gambut, kata aktivs lingkungan itu.