Penyuap politisi divonis 2 tahun penjara
7 September 2015 22:46 WIB
ilustrasi Sidang Perdana Adriansyah Terdakwa kasus suap korupsi penerimaan hadiah dari PT Mitra Maju Sukses Adriansyah menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (24/8). Politikus PDIP Adriansyah didakwa menerima Rp1 miliar, USD 50 ribu, dan SGD 50 ribu dari PT MMS dan pemberian uang tersebut terjadi selama kurun waktu 2014-2015 dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara. (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa) ()
Jakarta (ANTARA News) - Manajer pemasaran dan pemegang saham terbesar PT Mitra Maju Sukses (MMS) Andrew Hidayat divonis dua tahun ditambah denda Rp200 juta subsider tiga bulan kurungan karena dinilai terbukti memberikan uang kepada anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Adriansyah sejumlah Rp1 miliar, 50 ribu dolar AS dan 50 ribu dolar Singapura.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Andrew Hidayat terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut. Menjatuhkan pidana selama dua tahun dan denda Rp200 juta, dan apabila denda tidak dibayar maka harus menjalani pidana kurungan pengganti denda selama tiga bulan," kata Ketua Majelis Hakim John Halasan Butarbutar dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
Putusan tersebut lebih rendah dibanding tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK yang menuntut agar Andrew divonis tiga tahun penjara ditambah denda Rp250 juta subsider tiga bulan kurungan.
"Hal yang memberatkan adalah perbuatan terdakwa dilakukan saat pemerintah dan masyarakat Indonesia sedang giat dan gencar memberantas korupsi, perbuatan terdakwa sebagai pengusaha ikut mendorong pemerintah daerah untuk koruptif. Hal yang meringankan adalah terdakwa belum pernah dihukum, bersikap sopan di persidangan, menyesali perbuatan, punya tanggungan keluarga dengan anak-anak yang masih kecil," tambah Hakim John.
Vonis yang diambil oleh majelis yang terdiri atas John Halasan Butarbutar, Arifin, Tito, Sofialdi dan Joko Subagyo berdasarkan dakwaan pertama yaitu pasal 5 ayat 1 huruf b UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 64 ayat 1 KUHP.
"Pada 8 April 2015, terdakwa memberikan 50 ribu dolar Singapura ke saksi Adriansyah tapi baru diberikan saksi Agung Kristianto pada 9 April 2015 di Swillbel Hotel Bali, dalam bentuk 44 ribu dolar Singapura dan Rp57,36 juta," ungkap hakim.
Uang tersebut sesuai dengan permintaan Adriansyah pada 8 April 2015. Selain pemberian uang itu, Andrew juga terbukti pernah memberikan uang kepada Adriansyah dalam tiga kesempatan lain yaitu pertama pada 13 November 2014 melalui Agung Krisdianto untuk memberikan uang sebesar 50 ribu dolar AS dan diserahkan kepada Adriansyah di lantai atas mall Taman Anggrek Jakarta.
Kedua, pada 21 November 2014 melalui Agung Krisdiyanto menyerahkan Rp500 juta dan diserahkan di lorong lantai 19 apartemen GP Plaza di Slipi Jakarta dan ketiga pada 28 Januari 2015 Andrew memerintahkan Agung menyerahkan Rp500 juta kepada Adriansyah di restoran Shabu Tei lantai 4 mall taman Anggrek Jakarta.
"Dengan penyerahan uang empat kali dan keseluruhan pemberian uang terdakwa Andrew Hidayat sudah diterima Adriansyah maka unsur memberi sesuatu telah terpenuhi," tambah hakim John.
Pemegang kendali
Pemberian uang itu awalnya adalah saat Andrew diberi kepercayaan oleh Jason Surjana Tanuwijaya sebagai pemegang kendali PT Indonesia Cemerlang (PT IAC) dan Budi Santoso Simin (pemegang saham PT MMS) bersama Suparta menemui Adriansyah selaku bupati Tahan Laut di rumah dinas dengan maksud melakukan jual beli batubara dengan PT IAC dan PT Dutadharma Utama (PT DDU) yang memiliki izin usaha pertambangan batubara di kabupaten Tanah Laut.
Andrew meminta bantuan kepada Adriansyah untuk mempermudah pengurusan perizian PT IAC dan PT DDU sehingga Adriansyah menerbitkan surat keputusan Bupati tentang Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Ekslorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT DDU pada 26 November 2012 padahal tanpa dilengkapi persyaratan dokumen teknis termasuk rencana kegiatan dan anggaran biaya (RKAB).
"Terdakwa mengenal Adriansyah sejak 2003 saat saksi Adriansyah menjabat sebagai Bupati Tanah Laut, dan hubungan tersebut masih berlanjut saat saksi Adriansyah tidak lagi menjabat sebagai bupati. Meski tidak lagi menjabat sebagai Bupati Tanah Laut tapi tetap dapat memanfaatkan kedudukan terdakwa. Terdapat percakapan antara saksi Adriansyah dan terdakwa, Pak tolong dibantu ya.. sehingga pemenuhan permintaan dengan penerbitan RKAB tanpa menunggu proses yang teratur," kata anggota majelis hakim Joko Subagyo.
Pemberian tersebut juga bukan didorong rasa kasihan seperti alasan Andrew yang mengatakan membantu Adriansyah yang sedang mengalami sakit.
"Saksi Adriansyah saat 9 April tidak dalam kondisi sakit dan sehat walafiat karena sedang mengikuti rapat. Pemberian uang kepada saksi Adriansyah sebanyak empat kali karena niat yang sama yaitu keinginan memberikan imbalan yang bertentangan dengan kewajibannya. Uang kepada Adriansyah diberikan berturut-turut dengan selisih tidak terlalu lama artinya terkait dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya sehingga dakwaan kedua terbukti," tambah Hakim Joko.
Atas putusan tersebut Andrew menyatakan menerima.
"Saya terima atas penetapan tersebut," kata Andrew.
Sedangkan jaksa KPK menyatakan pikir-pikir.
"Kami menyatakan pikir-pikir," kata jaksa penuntut umum KPK Trimulyono Hedradji.
(T.D017/A011)
"Mengadili, menyatakan terdakwa Andrew Hidayat terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut. Menjatuhkan pidana selama dua tahun dan denda Rp200 juta, dan apabila denda tidak dibayar maka harus menjalani pidana kurungan pengganti denda selama tiga bulan," kata Ketua Majelis Hakim John Halasan Butarbutar dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
Putusan tersebut lebih rendah dibanding tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK yang menuntut agar Andrew divonis tiga tahun penjara ditambah denda Rp250 juta subsider tiga bulan kurungan.
"Hal yang memberatkan adalah perbuatan terdakwa dilakukan saat pemerintah dan masyarakat Indonesia sedang giat dan gencar memberantas korupsi, perbuatan terdakwa sebagai pengusaha ikut mendorong pemerintah daerah untuk koruptif. Hal yang meringankan adalah terdakwa belum pernah dihukum, bersikap sopan di persidangan, menyesali perbuatan, punya tanggungan keluarga dengan anak-anak yang masih kecil," tambah Hakim John.
Vonis yang diambil oleh majelis yang terdiri atas John Halasan Butarbutar, Arifin, Tito, Sofialdi dan Joko Subagyo berdasarkan dakwaan pertama yaitu pasal 5 ayat 1 huruf b UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 64 ayat 1 KUHP.
"Pada 8 April 2015, terdakwa memberikan 50 ribu dolar Singapura ke saksi Adriansyah tapi baru diberikan saksi Agung Kristianto pada 9 April 2015 di Swillbel Hotel Bali, dalam bentuk 44 ribu dolar Singapura dan Rp57,36 juta," ungkap hakim.
Uang tersebut sesuai dengan permintaan Adriansyah pada 8 April 2015. Selain pemberian uang itu, Andrew juga terbukti pernah memberikan uang kepada Adriansyah dalam tiga kesempatan lain yaitu pertama pada 13 November 2014 melalui Agung Krisdianto untuk memberikan uang sebesar 50 ribu dolar AS dan diserahkan kepada Adriansyah di lantai atas mall Taman Anggrek Jakarta.
Kedua, pada 21 November 2014 melalui Agung Krisdiyanto menyerahkan Rp500 juta dan diserahkan di lorong lantai 19 apartemen GP Plaza di Slipi Jakarta dan ketiga pada 28 Januari 2015 Andrew memerintahkan Agung menyerahkan Rp500 juta kepada Adriansyah di restoran Shabu Tei lantai 4 mall taman Anggrek Jakarta.
"Dengan penyerahan uang empat kali dan keseluruhan pemberian uang terdakwa Andrew Hidayat sudah diterima Adriansyah maka unsur memberi sesuatu telah terpenuhi," tambah hakim John.
Pemegang kendali
Pemberian uang itu awalnya adalah saat Andrew diberi kepercayaan oleh Jason Surjana Tanuwijaya sebagai pemegang kendali PT Indonesia Cemerlang (PT IAC) dan Budi Santoso Simin (pemegang saham PT MMS) bersama Suparta menemui Adriansyah selaku bupati Tahan Laut di rumah dinas dengan maksud melakukan jual beli batubara dengan PT IAC dan PT Dutadharma Utama (PT DDU) yang memiliki izin usaha pertambangan batubara di kabupaten Tanah Laut.
Andrew meminta bantuan kepada Adriansyah untuk mempermudah pengurusan perizian PT IAC dan PT DDU sehingga Adriansyah menerbitkan surat keputusan Bupati tentang Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Ekslorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT DDU pada 26 November 2012 padahal tanpa dilengkapi persyaratan dokumen teknis termasuk rencana kegiatan dan anggaran biaya (RKAB).
"Terdakwa mengenal Adriansyah sejak 2003 saat saksi Adriansyah menjabat sebagai Bupati Tanah Laut, dan hubungan tersebut masih berlanjut saat saksi Adriansyah tidak lagi menjabat sebagai bupati. Meski tidak lagi menjabat sebagai Bupati Tanah Laut tapi tetap dapat memanfaatkan kedudukan terdakwa. Terdapat percakapan antara saksi Adriansyah dan terdakwa, Pak tolong dibantu ya.. sehingga pemenuhan permintaan dengan penerbitan RKAB tanpa menunggu proses yang teratur," kata anggota majelis hakim Joko Subagyo.
Pemberian tersebut juga bukan didorong rasa kasihan seperti alasan Andrew yang mengatakan membantu Adriansyah yang sedang mengalami sakit.
"Saksi Adriansyah saat 9 April tidak dalam kondisi sakit dan sehat walafiat karena sedang mengikuti rapat. Pemberian uang kepada saksi Adriansyah sebanyak empat kali karena niat yang sama yaitu keinginan memberikan imbalan yang bertentangan dengan kewajibannya. Uang kepada Adriansyah diberikan berturut-turut dengan selisih tidak terlalu lama artinya terkait dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya sehingga dakwaan kedua terbukti," tambah Hakim Joko.
Atas putusan tersebut Andrew menyatakan menerima.
"Saya terima atas penetapan tersebut," kata Andrew.
Sedangkan jaksa KPK menyatakan pikir-pikir.
"Kami menyatakan pikir-pikir," kata jaksa penuntut umum KPK Trimulyono Hedradji.
(T.D017/A011)
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015
Tags: