Makkah (ANTARA News) - Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI) akhirnya tiba di Arab Saudi, Senin, dan langsung melakukan pemantauan pelayanan haji terutama di daerah kerja bandara internasional King Abdul Aziz (KAA), Jeddah.

Wakil Ketua KPHI Imam Addaruquthni kepada tim Media Center Haji (MCH) di Jeddah, Arab Saudi, Senin, mengatakan kedatangan tim KPHI sebanyak tujuh orang merupakan bagian dari tugas untuk melakukan pengawasan selama 30 hari ke depan.

Lingkup pengawasan yang dilakukan mulai dari aspek penyusunan regulasi sampai penyelenggaraan haji, terutama yang terkait dengan pemberangkatan, kedatangan, transportasi, pemondokan, katering, persiapan dan pelaksanaan Armina (Arafah Muzdalifah dan Mina), serta pemulangan jamaah ke Tanah Air.

"Hasil pengawasan ini akan disusun dalam laporan yang akan diberikan kepada presiden," ujar Imam.

Pada kesempatan di bandara itu, tujuh anggota KPHI melakukan peninjauan terhadap seluruh proses pelayanan di bandara mulai dari pemeriksaan barang dan imigrasi sampai dengan pemakaian pakaian ihram di miqat Plasa Indonesia yang berada di sekitar bandara KAA Jeddah.

Mereka datang bersamaan dengan jamaah calon haji Indonesia dari kelompok penerbangan (kloter) JKG 25.

Imam melanjutkan KPHI telah bekerja selama tiga tahun sejak penyusunan peraturan dan kebijakan haji sampai penyelenggaraannya di lapangan.

Ia menilai ada beberapa rekomendasi yang diberikan pada tahun lalu yang sudah dilaksanakan tahun ini, antara lain penempatan jamaah di Makkah yang tidak lagi memperhitungkan soal jarak, tapi prioritas pada kelayakan tempat dan layanan Bus Shalawat.

Namun, kata dia, ada juga rekomendasi KPHI yang tidak dijalankan tahun ini, yaitu penggunaan bus-bus tua yang mengangkut jamaah dari Madinah ke Makkah atau sebaliknya.

Akibat penggunaan bus-bus tua tersebut, sejauh ini sudah 14 kasus bus mogok di tengah jalan, empat kasus AC mati, dan dua kasus kecelakaan mobil yaitu mesin mobil terbakar dan ada percikan api pada rem.

Ia menyayangkan bus-bus tua milik Abu Sarhad, perusahaan transportasi Arab Saudi, masih dipakai. "Padahal tahun lalu sudah tidak dipakai. Sangat disayangkan kenapa tahun ini dipakai lagi," ujar Imam.

Kepala Bidang Transportasi PPIH Arab Saudi Subhan Cholid mengakui kasus bus mogok tersebut sebagian besar dari perusahaan bus Abu Sarhad (sembilan kasus) dan Hafill (tiga kasus), dan perusahaan lainnya dua kasus. Bahkan tiga dari empat kasus AC bus mati berasal dari perusahaan transportasi Abu Sarhad, dan satu Hafill.

Demikian pula dengan kasus kecelakaan berasal dari dua perusahaan itu. "Untuk bus Hafil, kecelakaan dengan mesin terbakar membuat enam tas bawaan jamaah terbakar," kata Subhan.