Kudus (ANTARA News) - Setiap sore, barak tempat melinting rokok itu berubah menjadi lapangan bulu tangkis.
Adalah para karyawan pabrik rokok yang memanfaatkan gedung di Jl. Bitingan Lama tersebut sebagai arena menyalurkan hobi mereka, bermain bulu tangkis.
Ruangan dalam barak tempat melinting rokok tersebut cukup memuat dua lapangan bulu tangkis sederhana.
Siapa mengira perkumpulan bulu tangkis yang mulai aktif pada 1969 itu kini menjadi salah satu klub terbesar di Tanah Air, yang telah menghasilkan sejumlah bintang dunia.
Liem Swie King adalah bintang pertama yang dilahirkan perkumpulan bulu tangkis yang sekarang bernama PB Djarum tersebut.
Menurut penuturan Kabag Admin GOR Djarum Jati, Eddy Prayitno, Liem Swie King kecil yang asli Kudus itu menarik perhatian CEO PT Djarum Budi Hartono yang kemudian ingin membinanya.
Begitu pula yang terjadi pada Hastomo Arbi, pahlawan Piala Thomas 1984. Bersama King, ia juga dibina langsung oleh Budi Hartono saat masih berusia 13 tahun.
Hastomo menuturkan, saat itu, setiap hendak latihan mereka harus meminggirkan alat-alat pelinting rokok agar dapat berlatih. "Setelah latihan kita kembalikan lagi alat-alatnya," ujarnya.
Ia mengenang aroma tembakau dan cengkih di barak tersebut yang menyengat. Bahkan saking menyengatnya, setiap menggelar pertandingan di barak, lawan selalu kalah karena tidak tahan baunya.
Kakak dua kali juara All England Hariyanto Arbi itu menuturkan, ia bersama King berlatih bersama karyawan pabrik rokok itu setiap pukul 18.30-21.00 WIB dan dipantau langsung oleh Budi.
Sejak itu semakin banyak atlet yang dibina oleh PB Djarum.
Pelatihan di Bitingan Lama berlangsung hingga 1982, karena sejak tahun itu PB Djarum mempunyai pusat pelatihan baru di Kaliputu Kudus.
Komplek Kaliputu itu terdiri atas fasilitas asrama, sekolah dan gedung olahraga.
Dari pusat pelatihan Kaliputu itu lahir pemain-pemain bintang seperti Hariyanto Arbi, Denny Kantono dan Sigit Budiarto.
GOR Jati
Ketika prestasi bulu tangkis menurun sekira awal tahun 2000-an. Salah seorang petinggi Djarum, Victor Hartono mempunyai gagasan bahwa jika mempunyai gedung olahraga yang bagus, maka bisa mencetak pemain bagus pula.
Maka pada 2004 dibangun lah GOR baru di kawasan Jati Kudus untuk pemusatan latihan bulu tangkis. Pusat pelatihan yang dilengkapi asrama atlet seluas 4 hektare itu mulai ditempati pada 2006.
Selain kantor dan perpustakaan, pusat pelatihan di Jati yang menyediakan 16 lapangan bulu tangkis itu juga dilengkapi dengan ruang latihan beban, ruang pijat, dan fisioterapi.
Di pusat pelatihan itu juga terdapat asrama atlet dengan masing-masing 20 kamar putra dan putri. Selain itu terdapat dua rumah untuk pelatih putra dan putri yang merangkap kepala asrama.
"Satu kamar untuk dua orang atlet," kata Edy Prayitno yang menyebutkan terdapat 77 atlet di asrama tersebut, masing-masing 43 putra dan 34 putri.
Asrama juga dilengkapi ruang makan dan dapur. Untuk mengatur menu bagi para atlet itu disediakan dokter gizi.
Karenanya, kata peraih medali perunggu Olimpiade Beijing 2008 Maria Kristin yang menjadi pelatih atlet berusia di bawah 13 tahun (U-13), apapun makanan yang disediakan harus dimakan oleh atlet.
Maria mengaku mengawasi ketat atlet-atlet binaannya terkait makanan. "Kadang kalau ada yang enggak doyan suka disembunyikan makanannya," kata Maria.
Pusat pelatihan di Jati itu hanya untuk atlet tunggal putra dan putri, sedangkan pusat pelatihan untuk ganda ada di Jakarta.
Tidak cukup dengan semua fasilitas itu, Direktur Program Bakti Olahraga Djarum Foundation Yoppy Rosimin mengatakan, PB Djarum akan membangun pusat pelatihan lagi di kawasan Petamburan Jakarta.
Dari Bitingan Lama menuju arena dunia
Oleh Fitri Supratiwi
5 September 2015 08:51 WIB
Atlet bulu tangkis legendaris Indonesia Liem Swie King. (ANTARA News/Monalisa)
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2015
Tags: