Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi V DPR RI Yudi Widiana Adia mempersilakan pemerintah melanjutkan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung sepanjang sesuai aturan dan tidak membebani APBN dan menekanakan bahwa proyek ini seharusnya lebih memberikan solusi ketimbang memicu kontroversi seperti saat ini terjadi.

"Proyek kereta cepat Jakarta - Bandung seharusnya memberikan solusi untuk membantu mengurangi kemacetan dan menekan urbanisasi serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi, bukan memicu kontroversi," kata Yudi di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, salah satu keunggulan kereta cepat adalah mengurangi waktu perjalanan dan akan berimbas pada perkembangan wilayah yang dilaluinya,

"Selama proyek ini sesuai aturan dan tidak membebani APBN, silakan saja," kata politisi PKS itu, menyusul pro-kontra tproyek yang diperkirakan menelan dana Rp73 triliun itu.

Anggota DPR RI dari daerah pemilihan Jawa Barat IV yang meliputi Kota dan Kabupaten Sukabumi ini menambahkan, pemerintah harus mempertimbangkan sejauh mana proyek yang akan dibiayai dari utang ini memiliki dampak positif ikutan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Yudi juga ingin pemenang proyek harus memiliki rekam jejak nol kecelakaan, "Dan tak kalah penting harus bersinergi dengan moda transportasi lain," kata Yudi.

Namun Yudi mmempertanyakan sikap pemerintah yang baru mengusulkan proyek ini lewat Penyertaan Modal Negara (PMN) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016.

Menurutnya, sebagaimana tertera dalam Nota Keuangan yang disampaikan presiden pada pertengahan Agustus lalu, pemerintah mengusulkan PNM ke PT Wijaya Karya sebesar Rp3 triliun untuk proyek kereta cepat Jakarta - Bandung.

"Komisi V DPR RI menyayangkan kenapa pemerintah tidak memberikan penjelasan secara rinci terlebih dahulu tentang proyek ini kepada publik, khususnya kepada kami, sehingga menyebabkan perdebatan sejumlah kalangan," tanya Yudi.

Pemerintah berencana membangun kereta cepat ini melalui konsorsium sejumlah perusahaan dari Tiongkok dan BUMN karya yakni askita Karya, Wijaya Karya, Adhi Karya, Jasa Marga, dan PTPN VIII.

Jepang juga belakangan ikut memperebutkan proyek ini.