Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan takaran (dosis) kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia sudah cukup dan sesuai untuk menjaga laju inflasi, terutama komponen inflasi inti yang terpengaruh gejolak nilai tukar rupiah dan besaran suku bunga.

Menurut Bambang di Jakarta, Selasa, laju inflasi inti (core inflation) hingga Agustus yang sebesar 0,52 persen dan secara tahunan sebesar 4,92 persen cukup terkendali, meskipun dia menyebutkan otoritas moneter tetap harus mewaspadai potensi gejolak akibat faktor eksternal.

"Saya rasa masih cukup, ya, tingkat bunga itu harus dijaga dan juga nilai rupiahnya," kata Menkeu ketika ditanya mengenai takaran kebijakan moneter BI di kawasan Gedung DPR.

Jika dibandingkan dengan Juli, inflasi inti Agustus mengalami kenaikan. Badan Pusat Statistik mencatat inflasi inti Juli sebesar 0,34 persen, dan secara tahunan (year on year) sebesar 4,86 persen.

Inflasi inti merupakan komponen yang cenderung persisten (persistent component) yang dipengaruhi oleh faktor-faktor fundamental, seperti interaksi permintaan-penawaran, nilai tukar, harga komoditas, inflasi negara mitra dagang, dan ekseptasi inflasi pasar.

Depresiasi nilai tukar rupiah ke level Rp14 ribu per dolar AS dan secara tahun berjalan 2015 sudah mencapai 13 persen juga menjadi salah satu tekanan inflasi inti.

"Tugasnya Bank Indonesia menjaga agar core inflation itu terkendali. Jika inflasinya tinggi, tidak ada sebab faktor lain, berarti inflasi tinggi itu gara-gara core inflation," ujar Bambang.

Menyinggung soal laju inflasi Agustus sebesar 0,39 persen dan secara "year on year" sebesar 7,18 persen, Bambang menilai hal itu karena tren pembalikan kondisi permintaan dan harga barang setelah tren konsumsi tinggi pada bulan Ramadan 1436 Hijriah dan Lebaran 2015 pada Juli lalu.

Bambang tidak setuju jika laju inflasi Agustus 2015 sebesar 0,39 persen itu dianggap sebagian besar karena daya beli masyarakat yang masih turun.

"Itu juga karena keberhasilan menjaga pasokan dan distribusi barang dan bahan makanan, terutana bahan pangan bergejolak (volatile food)," ujarnya.

Sementara itu, BPS mencatat tekanan inflasi pada bulan Agustus 2015 lebih karena momentum dimulainya tahun ajaran baru.

"Sektor pendidikan, rekreasi, dan olahraga merupakan komponen kelompok pengeluaran utama yang menyumbang inflasi pada bulan Agustus karena mulai tahun ajaran baru di SD, SLTP, dan SLTA," kata Kepala BPS Suryamin.

Selain kontribusi dari kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga yang pada bulan Agustus tercatat inflasi 1,72 persen, laju inflasi juga didukung kelompok bahan makanan yang menyumbang inflasi 0,91 persen.

Kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau ikut menyumbang inflasi 0,71 persen, diikuti kelompok kesehatan 0,7 persen, kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar 0,16 persen, serta kelompok sandang 0,01 persen.

Sesuai asumsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015, pemerintah menargetkan laju inflasi (yoy) 5 persen. Sementara itu, Bank Indonesia ingin mengendalikan laju inflasi (yoy) di 4 persen plus minus 1 persen.

(I029/D007)