Jakarta (ANTARA News) - Salah satu Ketua DPP Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, di Jakarta, Selasa, berpendapat, penerapan sistem suara terbanyak dalam penentuan Caleg terpilih, mengancam banyak tokoh di lingkup elit partai. "Elit-elit partai yang tidak tepat daerah pemilihan (Dapil), apalagi tidak mau bekerja keras di lapangan, dan kurang dikenal (publik) di Dapil itu, memang bisa tersingkir oleh calon anggota legislatif (Caleg) dari kalangan artis atau Caleg lokal yang populer," katanya kepada ANTARA News. Ia mengatakan itu, menyusul masih munculnya beragam tanggapan atas Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang penerapan opsi suara terbanyak dalam penentuan Caleg terpilih pada Pemilu Legislatif (Pileg), 9 April 2009 mendatang. "Setiap ketentuan memang pasti akan mempunyai konsekuensi. Termasuk ketentuan penetapan Caleg terpilih berdasarkan suara terbanyak ini. Bakal ada elit partai bertumbangan," ujarnya. Tetapi, lanjut Anas, pola suara terbanyak itu tidak akan sontak mengubur para elit partai, jika Dapilnya tepat dan segera bekerja keras melakukan (membangun) komunikasi intensif kepada para pemilih. "Masih ada waktu tiga bulan untuk berjibaku di lapangan," tegasnya mengingatkan. Caleg yang populer, menurutnya, memang punya modal awal menguntungkan. "Tetapi segmen pemilih yang kalkulatif juga makin besar jumlahnya. Dan yang jelas, pemilih kalkulatif mementingkan kompetensi, bukan popularitas," ujarnya. Karena itu, mantan Ketua Umum PB HMI ini menambahkan, suara terbanyak bukan berarti kiamat bagi para elit partai. "Hanya saja, memaksa rajin (para elit itu) dan kerja keras, karena kesaktian nomor urut sudah dikubur oleh putusan MK. Yang jelas, suara terbanyak akan mendorong munculnya politisi yang rajin dan dekat dengan rakyat, serta mengusir politisi yang malas dan hanya dekat dengan para elit partai," kata Anas Urbaningrum lagi. (*)