Kementan pantau uji coba metode tanam Hazton
28 Agustus 2015 14:02 WIB
ilustrasi - suatu panen raya dengan pola tanam Hazton di lingkungan Balai Besar Penelitian Tanaman Padi di desa Sukamandi, Subang, Jawa Barat (arsip/ANTARA News/Zul Sikumbang)
Banyumas (ANTARA News) - Kementerian Pertanian memantau uji coba metode tanam Hazton pada tanaman padi di beberapa daerah, kata Kepala Subdirektorat Padi Tadah Hujan dan Lahan Kering Direktorat Budidaya Serealia Ditjen Tanaman Pangan Kementan Syafruddin RB.
"Tidak semua metode bisa diterapkan di Indonesia karena masing-masing berbeda, agroklimatnya berbeda, iklimnya juga berbeda. Ini kan masih uji coba," katanya di Desa Pegalongan, Kecamatan Patikraja, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Kamis.
Syaffrudin mengatakan hal itu kepada wartawan di sela-sela kegiatan panen perdana padi yang menggunakan metode tanam Hazton.
Oleh karena itu, dia mengaku sengaja datang ke beberapa daerah yang melakukan uji coba metode tanam Hazton guna mengetahui hasil panennya sebelum metode tersebut diterapkan secara nasional.
Menurut dia, data hasil panen padi yang menggunakan metode tanam Hazton di beberapa daerah itu nantinya akan dibandingkan untuk mengetahui apakah metode tersebut bagus atau tidak.
"Saya baru dari Lebak (Banten) dan Cianjur (Jawa Barat). Sebagai contoh di Cianjur hasilnya malah di bawah sebelumnya karena hanya 4,1 ton per hektare, sebelumnya 5,6 ton per hektare, kan turun 1,5 ton," katanya.
Ia mengatakan bahwa pihaknya masih mencari penyebab turunnya produksi padi tersebut.
"Apakah karena SOP-nya (standar operasional prosedur) karena ini teknologi baru, penyuluhnya juga harus intensif. Ada titik-titik kritisnya, bibitnya bibit tua, kalau kita menganjurkan bibit muda, 21 hari sudah tanam, kalau itu sampai 30 hari," katanya.
Kendati demikian, dia mengakui bahwa di daerah asal metode tanam Hazton, yakni Kalimantan Barat dapat menghasilkan gabah kering giling (GKG) hingga 15 ton per hektare.
Menurut dia, metode tanam Hazton sebenarnya dapat menjadi alternatif selain metode pengelolaan tanam terpadu (PTT) dan SRI (System of Rice Intensification).
Akan tetapi, kata dia, metode Hazton harus dikaji karena merupakan teknologi baru sehingga tidak menutup kemungkinan tidak cocok di Banyumas dan lebih cocok di daerah asalnya, Kalimantan Barat, karena metode tanam harus disesuaikan dengan spesifikasi lokasi.
"Jangan disamaratakan, Indonesia kan berbeda-beda iklimnya. Makanya ini dalam tahap uji coba," tegasnya.
Setelah memantau Banyumas, dia mengaku akan ke Cilacap, Jawa Tengah, karena di kabupaten itu juga ada uji coba metode tanam Hazton.
Menurut dia, selama ini uji coba metode Hazton di beberapa daerah mendapat dukungan dari Bank Indonesia.
"Pemerintah baru mencoba tahun ini, di Kalimantan Barat 1.000 hektare dan di Nias 200 hektare," katanya.
Sementara itu, Penjabat Kepala Desa Pegalongan Mas Endarto mengatakan bahwa hasil panen padi yang menggunakan metode tanam Hazton meningkat dari biasanya.
"Biasanya saat masa panen sadon (kemarau), hasilnya tidak lebih dari 2 ton per hektare namun sekarang bisa mencapai 6,2 ton per hektare. Mungkin kalau saat rendeng (musim hujan), hasilnya bisa lebih banyak karena tikusnya berkurang," katanya.
Ia mengakui bahwa petani sempat terkendala oleh serangan hama tikus.
Oleh karena kesigapan petani, kata dia, tanaman padi yang menggunakan metode Hazton itu dapat diselamatkan.
"Mungkin kalau tidak ada serangan tikus, hasilnya bisa lebih banyak," katanya.
Metode Hazton diciptakan oleh Kepala Dinas Pertanian Kalimantan Barat Hazairin dan terbukti berhasil dikembangkan di sejumlah areal pertanian di provinsi itu.
Teknik menanam padi dalam metode Hazton berbeda dengan cara yang biasa digunakan petani.
Dalam hal ini, petani biasanya menggunakan teknik tanam dari bibit yang ada kemudian dipindahkan dan dibagi-bagi lagi sehingga hanya tiga sampai empat tanaman yang ditanam.
Sementara dalam metode Hazton, bibit yang akan ditanam tidak dibagi-bagi dan langsung ditanam hingga mencapai 20-25 tanaman.
Pada metode Hazton, sistem pencabutan bibit dari tempat pembibitan harus hati-hati dan usahakan akarnya tidak banyak putus.
"Tidak semua metode bisa diterapkan di Indonesia karena masing-masing berbeda, agroklimatnya berbeda, iklimnya juga berbeda. Ini kan masih uji coba," katanya di Desa Pegalongan, Kecamatan Patikraja, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Kamis.
Syaffrudin mengatakan hal itu kepada wartawan di sela-sela kegiatan panen perdana padi yang menggunakan metode tanam Hazton.
Oleh karena itu, dia mengaku sengaja datang ke beberapa daerah yang melakukan uji coba metode tanam Hazton guna mengetahui hasil panennya sebelum metode tersebut diterapkan secara nasional.
Menurut dia, data hasil panen padi yang menggunakan metode tanam Hazton di beberapa daerah itu nantinya akan dibandingkan untuk mengetahui apakah metode tersebut bagus atau tidak.
"Saya baru dari Lebak (Banten) dan Cianjur (Jawa Barat). Sebagai contoh di Cianjur hasilnya malah di bawah sebelumnya karena hanya 4,1 ton per hektare, sebelumnya 5,6 ton per hektare, kan turun 1,5 ton," katanya.
Ia mengatakan bahwa pihaknya masih mencari penyebab turunnya produksi padi tersebut.
"Apakah karena SOP-nya (standar operasional prosedur) karena ini teknologi baru, penyuluhnya juga harus intensif. Ada titik-titik kritisnya, bibitnya bibit tua, kalau kita menganjurkan bibit muda, 21 hari sudah tanam, kalau itu sampai 30 hari," katanya.
Kendati demikian, dia mengakui bahwa di daerah asal metode tanam Hazton, yakni Kalimantan Barat dapat menghasilkan gabah kering giling (GKG) hingga 15 ton per hektare.
Menurut dia, metode tanam Hazton sebenarnya dapat menjadi alternatif selain metode pengelolaan tanam terpadu (PTT) dan SRI (System of Rice Intensification).
Akan tetapi, kata dia, metode Hazton harus dikaji karena merupakan teknologi baru sehingga tidak menutup kemungkinan tidak cocok di Banyumas dan lebih cocok di daerah asalnya, Kalimantan Barat, karena metode tanam harus disesuaikan dengan spesifikasi lokasi.
"Jangan disamaratakan, Indonesia kan berbeda-beda iklimnya. Makanya ini dalam tahap uji coba," tegasnya.
Setelah memantau Banyumas, dia mengaku akan ke Cilacap, Jawa Tengah, karena di kabupaten itu juga ada uji coba metode tanam Hazton.
Menurut dia, selama ini uji coba metode Hazton di beberapa daerah mendapat dukungan dari Bank Indonesia.
"Pemerintah baru mencoba tahun ini, di Kalimantan Barat 1.000 hektare dan di Nias 200 hektare," katanya.
Sementara itu, Penjabat Kepala Desa Pegalongan Mas Endarto mengatakan bahwa hasil panen padi yang menggunakan metode tanam Hazton meningkat dari biasanya.
"Biasanya saat masa panen sadon (kemarau), hasilnya tidak lebih dari 2 ton per hektare namun sekarang bisa mencapai 6,2 ton per hektare. Mungkin kalau saat rendeng (musim hujan), hasilnya bisa lebih banyak karena tikusnya berkurang," katanya.
Ia mengakui bahwa petani sempat terkendala oleh serangan hama tikus.
Oleh karena kesigapan petani, kata dia, tanaman padi yang menggunakan metode Hazton itu dapat diselamatkan.
"Mungkin kalau tidak ada serangan tikus, hasilnya bisa lebih banyak," katanya.
Metode Hazton diciptakan oleh Kepala Dinas Pertanian Kalimantan Barat Hazairin dan terbukti berhasil dikembangkan di sejumlah areal pertanian di provinsi itu.
Teknik menanam padi dalam metode Hazton berbeda dengan cara yang biasa digunakan petani.
Dalam hal ini, petani biasanya menggunakan teknik tanam dari bibit yang ada kemudian dipindahkan dan dibagi-bagi lagi sehingga hanya tiga sampai empat tanaman yang ditanam.
Sementara dalam metode Hazton, bibit yang akan ditanam tidak dibagi-bagi dan langsung ditanam hingga mencapai 20-25 tanaman.
Pada metode Hazton, sistem pencabutan bibit dari tempat pembibitan harus hati-hati dan usahakan akarnya tidak banyak putus.
Pewarta: Sumarwoto
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015
Tags: