Jakarta (ANTARA News) - Perhiasan berbentuk cantik dengan motif menawan tidak cukup untuk merebut hati pasar dunia.
Desak Nyoman Suarti, salah satu pionir perajin perak Bali yang telah memasarkan kerajinan Indonesia di ranah internasional, mengemukakan keunggulan perhiasan Indonesia yang tidak dimiliki perajin negara lain: secuplik budaya di balik tiap motif etnik.
"Yang mereka sukai bukan hanya perhiasan indah, tapi sedikit bagian dari budaya di dalamnya, cerita di baliknya," kata Suarti di Jakarta, Rabu.
Setiap kisah di balik motif merupakan senjata utama untuk menarik perhatian pembeli internasional, terutama dari AS, Inggris dan Tiongkok.
Tren perhiasan memang terus berganti seiring waktu. Suarti yang telah bergelut selama dua dekade di industri ini menjelaskan perkembangan model perhiasan yang disukai pembeli di luar negeri
Ketika awal masuk ke pasar AS, tema yang digemari adalah etnik.
"Lima tahun kemudian, yang disukai campuran barat dan timur," kata pembuat perhiasan perak berhias motif Nusantara.
Kini yang disukai adalah model sederhana. Kendati demikian, perhiasan sederhana pun dapat laris terjual bila ada cerita di balik motifnya.
"Itu yang kita menang, itu ujung tombaknya," imbuh dia.
Selain menggarap kekayaan budaya dari kampung halamannya di Bali, Suarti juga mengeksplorasi pulau-pulau lain di Indonesia sebagai inspirasi merancang motif baru. Saat ini, dia baru menjelajahi Bali, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera.
Dari sekian banyak tempat, Suarti menyebut Kalimantan sebagai inspirasi favorit, salah satu yang ingin diangkatnya ke dalam perhiasan perak adalah kaharingan, kepercayaan tradisional suku Dayak.
"Ke sana tiga bulan cari unsur-unsurnya karena dekat dengan hindu, ada banyak peninggalan di Kalimantan Tengah," jelas dia.
Keunggulan perhiasan etnik Indonesia di pasar dunia
26 Agustus 2015 18:59 WIB
Perajin perak Bali Desak Nyoman Suarti (kanan) dan Happy Salma (tengah) dalam peluncuran biografi "The Warrior Daughter" di Galeri Indonesia Kaya, Rabu (26/8/2015) (ANTARA News/ Nanien Yuniar)
Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015
Tags: