Jakarta (ANTARA News) - Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing tidak begitu berdampak pada bisnis wisata kapal pesiar.

"Pasar kami umumnya high-end (kelas atas)," kata Direktur Princess Cruises Asia Tenggara Farriek Tawfik saat jumpa pers di Jakarta, Selasa.

Orang yang berwisata dengan kapal pesiar umumnya telah menyiapkan dana sejak jauh sebelumnya sehingga tidak banyak yang melakukan pembatalan perjalanan.

"Saya masih optimis tidak ada pembatalan," kata dia.

Konsultan kapal pesiar dari Cruise Centre Johnny Judianto mengakui melemahnya nilai tukar rupiah bukan hal yang menguntungkan namun ia optimis akan ada perbaikan.

Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Selasa sore bergerak menguat sebesar 25 poin menjadi Rp14.024 dibandingkan posisi sebelumnya di posisi Rp14.049 per dolar AS.

Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Selasa (25/8) mencatat nilai tukar rupiah bergerak melemah menjadi Rp14.067 dibandingkan sebelumnya di posisi Rp13.998 per dolar AS.

Indonesia, menurut data Princess Cruises, masuk sepuluh besar negara Asia yang paling banyak dikunjungi dengan destinasi antara lain Bali, Jakarta, Semarang dan Pulau Komodo.

Penumpang kapal pesiar tumbuh 7,7 persen per tahun sejak 2012 dan jumlah penumpang asal Indonesia lebih dari 18.000 orang tahun lalu.

Traffic kapal pesiar di Indonesia diproyeksikan mencapai 240.000 pada 2020.

Sementara itu, Asia, kata Farriek, tumbuh cukup pesat dengan pertumbuhan 31,6 persen pada 2014.

Ekspektasi pertumbuhan tahunan untuk bisnis kapal pesiar Asia sebanyak 14 persen atau 3,7 juta penumpang pada 2017.

Tahun ini diperkirakan penumpang kapal pesiar Asia berjumlah 2,17 juta dari 2014 sebesar 1,81 juta orang.