Semua tahapan Pilkada miliki potensi konflik
23 Agustus 2015 18:23 WIB
Dokumentasi pengunjuk rasa membubuhkan tanda tangan dukungan pelaksanaan Pilkada serentak saat beraksi di Mataram, NTB, Rabu (12/8). Mereka menolak ditundanya Pilkada Kota Mataram hingga 2017 karena hanya memiliki satu pasangan calon serta tidak mengharapkan Kota Mataram dipimpin seorang penjabat walikota. (ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi)
Jakarta (ANTARA News) - Komisioner KPU, Arief Budiman, mengatakan, semua implementasi tahapan Pilkada serentak memiliki potensinya masing-masing dalam memunculkan konflik.
"Semua tahapan pemilu memiliki potensi konflik, cuma ada yang kecil dan luas, yang punya kemampuan mengganggu pemangku kepentingan," katanya, di Jakarta, Minggu.
Menurut dia, tahapan Pilkada yang paling luas dapat memunculkan potensi konflik adalah pencalonan, mulai dari pendaftaran hingga penetapan pasangan calon, karena dalam masa tersebut konflik menjadi aktual.
Pada awal pendaftaran pasangan calon beberapa waktu lalu, KPU sempat menghadapi permasalahan teknis karena dalam UU Nomor 8/2015 tentang Pilkada tidak mengatur mengenai pencalonan bagi partai dengan dualisme pengurus.
Potensi konflik pada tahapan penetapan juga dapat terjadi karena KPU dapat dianggap sebagai penyelenggara yang tidak adil apabila tidak meloloskan pasangan calon dalam tahapan penetapan tersebut.
"Penetapan pasangan calon bisa saja menimbulkan efek yang lebih besar. Sebanyak 97 persen pasangan calon ditetapkan pada 24 Agustus 2015 dan pada sisanya pada 30 Agustus 2015," kata Budiman.
Sedangkan potensi konflik pada masa kampanye dapat terjadi apabila di daerah muncul perlakuan yang tidak adil bagi peserta pemilu.
"Biasanya pertentangan terjadi antara petahana dan bukan petahana. Bagi kami kampanye selalu dibicarakan terbuka dengan peserta pemilu, tapi tetap masih ada kecurigaan," kata dia..
Dia berpesan, KPU akan selalu bertindak independen dan transparan tanpa ada kepentingan untuk menguntungkan atau merugikan salah satu pihak.
"Semua tahapan pemilu memiliki potensi konflik, cuma ada yang kecil dan luas, yang punya kemampuan mengganggu pemangku kepentingan," katanya, di Jakarta, Minggu.
Menurut dia, tahapan Pilkada yang paling luas dapat memunculkan potensi konflik adalah pencalonan, mulai dari pendaftaran hingga penetapan pasangan calon, karena dalam masa tersebut konflik menjadi aktual.
Pada awal pendaftaran pasangan calon beberapa waktu lalu, KPU sempat menghadapi permasalahan teknis karena dalam UU Nomor 8/2015 tentang Pilkada tidak mengatur mengenai pencalonan bagi partai dengan dualisme pengurus.
Potensi konflik pada tahapan penetapan juga dapat terjadi karena KPU dapat dianggap sebagai penyelenggara yang tidak adil apabila tidak meloloskan pasangan calon dalam tahapan penetapan tersebut.
"Penetapan pasangan calon bisa saja menimbulkan efek yang lebih besar. Sebanyak 97 persen pasangan calon ditetapkan pada 24 Agustus 2015 dan pada sisanya pada 30 Agustus 2015," kata Budiman.
Sedangkan potensi konflik pada masa kampanye dapat terjadi apabila di daerah muncul perlakuan yang tidak adil bagi peserta pemilu.
"Biasanya pertentangan terjadi antara petahana dan bukan petahana. Bagi kami kampanye selalu dibicarakan terbuka dengan peserta pemilu, tapi tetap masih ada kecurigaan," kata dia..
Dia berpesan, KPU akan selalu bertindak independen dan transparan tanpa ada kepentingan untuk menguntungkan atau merugikan salah satu pihak.
Pewarta: Calvinantya Basuki
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015
Tags: