Musyawarah nasional ini melibatkan seluruh elemen bangsa untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi saat ini.
"Saya punya resep untuk mengatasi carut-marut kondisi nasional yaitu dengan mengadakan musyawarah nasional dengan mengundang seluruh elemen bangsa," katanya, di Bandung, Minggu.
Salah satu tokoh reformasi itu menyarankan agar Presiden Joko Widodo mengundang seluruh pimpinan lembaga negara, pimpinan TNI dan Kepolisian Indonesia, pimpinan partai politik, intelektual, dan LSM yang berjiwa merah putih, hadir dalam musyawarah nasional itu.
Menurut dia, dalam acara itu seluruh elemen harus duduk bersama membicarakan dan mencari jalan keluar kondisi saat ini.
"Dahulu Uni Soviet bangkrut dan bubar karena telat mengambil sikap, kita tidak boleh lelet menghadapi kondisi saat ini. Kalau kita telat ambil sikap, maka Indonesia akan menjadi sejarah," ujarnya.
Dia menjelaskan, ada dua bangunan penting bangsa Indonesia yang harus tetap dijaga, yaitu ekonomi dan politik.
Menurut dia, semua pihak sepakat saat ini bangunan ekonomi Indonesia sedang goyah, ditandai pelemahan nilai tukar rupiah dan ancaman pemutusan hubungan kerja di berbagai perusahaan.
"Apabila ekonomi goyah lalu diikuti sektor politik, maka masa depan Indonesia suram. Kita tentu tidak ingin hal itu terjadi," katanya.
Mantan ketua MPR itu mencontohkan Uni Soviet dan Yugoslavia yang bubar karena ketika terjadi krisis ekonomi, juga terjadi disintegrasi bangsa.
"Saya punya resep untuk mengatasi carut-marut kondisi nasional yaitu dengan mengadakan musyawarah nasional dengan mengundang seluruh elemen bangsa," katanya, di Bandung, Minggu.
Salah satu tokoh reformasi itu menyarankan agar Presiden Joko Widodo mengundang seluruh pimpinan lembaga negara, pimpinan TNI dan Kepolisian Indonesia, pimpinan partai politik, intelektual, dan LSM yang berjiwa merah putih, hadir dalam musyawarah nasional itu.
Menurut dia, dalam acara itu seluruh elemen harus duduk bersama membicarakan dan mencari jalan keluar kondisi saat ini.
"Dahulu Uni Soviet bangkrut dan bubar karena telat mengambil sikap, kita tidak boleh lelet menghadapi kondisi saat ini. Kalau kita telat ambil sikap, maka Indonesia akan menjadi sejarah," ujarnya.
Dia menjelaskan, ada dua bangunan penting bangsa Indonesia yang harus tetap dijaga, yaitu ekonomi dan politik.
Menurut dia, semua pihak sepakat saat ini bangunan ekonomi Indonesia sedang goyah, ditandai pelemahan nilai tukar rupiah dan ancaman pemutusan hubungan kerja di berbagai perusahaan.
"Apabila ekonomi goyah lalu diikuti sektor politik, maka masa depan Indonesia suram. Kita tentu tidak ingin hal itu terjadi," katanya.
Mantan ketua MPR itu mencontohkan Uni Soviet dan Yugoslavia yang bubar karena ketika terjadi krisis ekonomi, juga terjadi disintegrasi bangsa.
Dia menjelaskan sejarah membuktikan apabila satu negara lemah dan terpecah-belah maka akan mengundang intervensi kepentingan yang lebih kuat untuk masuk.
Menurut dia, apabila ekonomi goyang namun politik kuat, maka dirinya optimis Indonesia akan bangkit dan disintegrasi tidak terjadi.
"Namun kalau ekonomi lumpuh dan diikuti politik maka 'iblis-iblis' akan membisikkan (kepada daerah) mengapa tidak merdeka," katanya.