Jambi (ANTARA News) - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Jambi, Prof. Sukamto Satoto, mengatakan bahwa prosedur dan mekanisme pengangkatan serta pemberhentian hakim di Indonesia belum diatur dalam satu kesatuan sistem terpadu.
Hal ini disampaikannya dalam seminar nasional MPR bekerja sama dengan Universitas Jambi bertema "Penguatan Kewenangan Komisi Yudisial dalam Memperkokoh Kekuasaan Kehakiman dan Prinsip Negara Hukum", di Jambi, Kamis.
Sukamto berpendapat, fungsi pengangkatan hakim belum terkait dengan fungsi pembinaan dan pemberhentian dalam satu struktur dan sistem yang terpadu.
"Karena itu, di masa mendatang, perlu upaya untuk membangun integrasi sistemik pola rekrutmen, pengangkatan dan pemberhentian hakim di Indonesia," ujar Guru Besar di bidang Hukum Pemerintahan ini.
Ia menyarankan bahwa fungsi pengangkatan, pembinaan, dan pemberhentian hakim sebaiknya dipisahkan dari fungsi pengorganisasian pada hakim itu dalam lingkungan Mahkamah Agung.
"Mahkamah Agung dan badan-badan peradilan di bawahnya cukup bertindak sebagai pengguna bagi tenaga-tenaga hakim yang diangkat, dibina dan diawasi kinerjanya," kata dia.
Pengawasannya, kata Sukamto, dilakukan oleh satu lembaga tersendiri secara terpadu, yaitu lembaga Komisi Yudisial yang keberadaannya dibentuk berdasarkan amanat UUD 1945.
"Masukan dari seminar ini sangat penting, sehingga ketika mengubah Undang-undang Komisi Yudisial hasilnya maksimal termasuk kewenangan KY," kata anggota Badan Pengkajian MPR, Muslim.
Pakar: prosedur pengangkatan hakim belum diatur terpadu
20 Agustus 2015 18:23 WIB
Seminar MPR bertema "Penguatan Kewenangan Komisi Yudisial dalam Memperkokoh Kekuasaan Kehakiman dan Prinsip Negara Hukum" (ANTARA News/Try Reza Essra)
Pewarta: Try Reza Essra
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015
Tags: