Megawati: Politik praktis geser semangat musyawarah dan gotong royong
18 Agustus 2015 19:10 WIB
Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri. Untuk pertama kali sejak 2004, dia hadir di Istana Merdeka, Jakarta, untuk upacara Peringatan Detik-detik Proklamasi Indonesia, Senin kemarin (17/8). (ANTARA FOTO/Indrianto Suwarso)
Jakarta (ANTARA News) - Jakarta: Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, mengatakan,
semangat musyawarah dan gotong royong yang tertuang dalam Pancasila sudah semakin tergeser politik praktis. Salah satunya adalah voting.
"Emang voting itu enak sekali. Kalau banyak itu pasti menang. Ada KMP-KIH. So what? Kalau voting pasti menang KMP," kata Megawati, saat berpidato dalam dalam rangka memperingati hari konstitusi dengan tema Mengkaji Sistem Ketatanegaraan Indonesia; Apakah Sudah Baik? di Gedung Nusantara V DPR, Jakarta, Selasa.
Kata Megawati, dalam sistem ketatanegaraan, voting dijamin. Namun yang dipermasalahkan, adalah voting tidak sesuai dengan semangat Pancasila dan pendiri negara.
"Apakah itu arti republik yang sudah merdeka 70 tahun? Itu tidak ada artinya," ujar mantan presiden kelima Indonesia itu.
Lunturnya semangat Pancasila dalam Ketatanegaraan Indonesia juga tercermin dari lengsernya presiden RI, mulai dari Presiden Soekarno yang pernah didaulat sebagai Presiden seumur hidup, Presiden Soeharto yang digulingkan setelah memimpin 32 tahun, hingga Presiden Gus Dur yang digantikan Megawati sendiri.
"Indonesia paling pintar melengserkan presiden. Apakah itu jati diri kita? Ketika dalam ketatanegaraan kita, Founding Fathers sudah memilih negara yang dibangun bentuknya NKRI bukan kerajaan. Karena republik ada presiden," kata Megawati.
Dalam kesempatan itu, Megawati juga menyindir perilaku yang kurang terpuji dari bangsa ini, yakni suka membulli.
"Saya saja dibully, itu anak muda zaman sekarang, kepada orang asing, tidak berani membully," sindir Megawati.
"Emang voting itu enak sekali. Kalau banyak itu pasti menang. Ada KMP-KIH. So what? Kalau voting pasti menang KMP," kata Megawati, saat berpidato dalam dalam rangka memperingati hari konstitusi dengan tema Mengkaji Sistem Ketatanegaraan Indonesia; Apakah Sudah Baik? di Gedung Nusantara V DPR, Jakarta, Selasa.
Kata Megawati, dalam sistem ketatanegaraan, voting dijamin. Namun yang dipermasalahkan, adalah voting tidak sesuai dengan semangat Pancasila dan pendiri negara.
"Apakah itu arti republik yang sudah merdeka 70 tahun? Itu tidak ada artinya," ujar mantan presiden kelima Indonesia itu.
Lunturnya semangat Pancasila dalam Ketatanegaraan Indonesia juga tercermin dari lengsernya presiden RI, mulai dari Presiden Soekarno yang pernah didaulat sebagai Presiden seumur hidup, Presiden Soeharto yang digulingkan setelah memimpin 32 tahun, hingga Presiden Gus Dur yang digantikan Megawati sendiri.
"Indonesia paling pintar melengserkan presiden. Apakah itu jati diri kita? Ketika dalam ketatanegaraan kita, Founding Fathers sudah memilih negara yang dibangun bentuknya NKRI bukan kerajaan. Karena republik ada presiden," kata Megawati.
Dalam kesempatan itu, Megawati juga menyindir perilaku yang kurang terpuji dari bangsa ini, yakni suka membulli.
"Saya saja dibully, itu anak muda zaman sekarang, kepada orang asing, tidak berani membully," sindir Megawati.
Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015
Tags: