Legislator nilai kereta cepat tidak peka pemerataan investasi
13 Agustus 2015 18:44 WIB
ilustrasi Rangkaian kereta api cepat Prancis, TGV, dalam satu perjalanan. Dia bisa melesat hingga 350 kilometer perjam dan sangat efisien memakai sumber energi. (wikipedia)
Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi V DPR-RI Nusyirwan Soejono menganggap rencana pemerintah untuk membangun kereta api cepat (high speed train) Jakarta - Bandung tidak peka terhadap kebutuhan investasi yang mendesak dibidang infrastruktur pada saat ini.
"Rencana pembangunan kereta api cepat tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan dan salah sasaran," kata Nusyirwan dari komisi yang membidangi infrastruktur di Jakarta, Kamis.
"Seharusnya pembangunan kereta api itu sesuai dengan rencana induk (master plan) perkeretaapian di kementerian teknis dalam hal ini Kementerian Perhubungan. Bukan kemudian muncul begitu saja," ujar Nusyirwan.
Nusyirwan menganggap rencana tersebut sudah bertentangan dengan program kerja "nawacita" Presiden Joko Widodo terutama pada butir "mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.
Menurut Nusyirwan apabila benar disebut investasi proyek itu sebesar Rp61 triliun (bantuan Jepang) atau Rp71 triliun (bantuan Tiongkok) sebenarnya dapat dipergunakan untuk membangun fly over atau under pass perlintasan sebidang di sepanjang jalur kereta api Jakarta - Cirebon - Semarang - Surabaya yang berjumlah ribuan.
"Kita belum membutuhkan kereta api dengan kecepatan 320 kilometer per jam. Cukup dengan kecepatan 150 kilometer per jam dengan menghilangkan hambatan sepanjang jalur kereta api Jakarta - Cirebon - Semarang - Surabaya sudah dapat mendorong kemajuan ekonomi secara signifikan," ujar Nusyirwan.
Nusyirwan mengatakan dengan investasi Rp61 triliun atau Rp71 triliun itu tentunya sudah tidak sesuai dengan prinsip dasar transportasi publik aman, nyaman, dan terjangkau. Dengan angka investasi sebesar itu paling tidak tiket yang dijual Rp200.000 sampai Rp500.000, tidak rasional dengan daya beli masyarakat.
Kemudian dengan investasi sebesar itu tentunya akan menjadi beban bagi BUMN yang akan membangun proyek tersebut pada masa yang akan datang. Generasi mendatang akan mendapat pekerjaan rumah berupa kewajiban yang tidak kecil, ujar dia.
Nusyirwan mengatakan dengan investasi sebesar itu, pemerintah dapat membangun jaringan transportasi di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Papua, serta wilayah-wilayah lain di Indonesia.
Nusyirwan menduga ada pihak-pihak yang sengaja menjerumuskan dan mengganggu citra presiden melalui program-program yang tidak berpihak kepada masyarakat seperti rencana pembangunan kereta api cepat Jakarta - Bandung.
"Saya perkirakan untuk meningkatkan laju kereta api menjadi 150 kilometer per jam tidak membutuhkan investasi yang besar cukup Rp5 sampai 6 triliun, terutama dengan meniadakan simpangan sebidang disepanjang jalur Jakarta - Cirebon - Semarang - Surabaya," ujar dia.
"Rencana pembangunan kereta api cepat tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan dan salah sasaran," kata Nusyirwan dari komisi yang membidangi infrastruktur di Jakarta, Kamis.
"Seharusnya pembangunan kereta api itu sesuai dengan rencana induk (master plan) perkeretaapian di kementerian teknis dalam hal ini Kementerian Perhubungan. Bukan kemudian muncul begitu saja," ujar Nusyirwan.
Nusyirwan menganggap rencana tersebut sudah bertentangan dengan program kerja "nawacita" Presiden Joko Widodo terutama pada butir "mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.
Menurut Nusyirwan apabila benar disebut investasi proyek itu sebesar Rp61 triliun (bantuan Jepang) atau Rp71 triliun (bantuan Tiongkok) sebenarnya dapat dipergunakan untuk membangun fly over atau under pass perlintasan sebidang di sepanjang jalur kereta api Jakarta - Cirebon - Semarang - Surabaya yang berjumlah ribuan.
"Kita belum membutuhkan kereta api dengan kecepatan 320 kilometer per jam. Cukup dengan kecepatan 150 kilometer per jam dengan menghilangkan hambatan sepanjang jalur kereta api Jakarta - Cirebon - Semarang - Surabaya sudah dapat mendorong kemajuan ekonomi secara signifikan," ujar Nusyirwan.
Nusyirwan mengatakan dengan investasi Rp61 triliun atau Rp71 triliun itu tentunya sudah tidak sesuai dengan prinsip dasar transportasi publik aman, nyaman, dan terjangkau. Dengan angka investasi sebesar itu paling tidak tiket yang dijual Rp200.000 sampai Rp500.000, tidak rasional dengan daya beli masyarakat.
Kemudian dengan investasi sebesar itu tentunya akan menjadi beban bagi BUMN yang akan membangun proyek tersebut pada masa yang akan datang. Generasi mendatang akan mendapat pekerjaan rumah berupa kewajiban yang tidak kecil, ujar dia.
Nusyirwan mengatakan dengan investasi sebesar itu, pemerintah dapat membangun jaringan transportasi di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Papua, serta wilayah-wilayah lain di Indonesia.
Nusyirwan menduga ada pihak-pihak yang sengaja menjerumuskan dan mengganggu citra presiden melalui program-program yang tidak berpihak kepada masyarakat seperti rencana pembangunan kereta api cepat Jakarta - Bandung.
"Saya perkirakan untuk meningkatkan laju kereta api menjadi 150 kilometer per jam tidak membutuhkan investasi yang besar cukup Rp5 sampai 6 triliun, terutama dengan meniadakan simpangan sebidang disepanjang jalur Jakarta - Cirebon - Semarang - Surabaya," ujar dia.
Pewarta: Ganet Dirgantoro
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015
Tags: