Jakarta (ANTARA News) - Pada pemerintahan Presiden Soeharto sejak Kabinet Pembangunan I hingga VI hampir tidak pernah terjadi pergantian menteri kabinet, sehingga ketika terjadi hal demikian, saat masa kerja berjalan, maka menjadi luar biasa, dianggap peristiwa besar.

Adalah hal yang wajar bila kemudian pada masa pemerintahan Presiden-Presiden selanjutnya, setiap kali ada pergantian menteri dsaat masa bakti kabinet belum selesai, selalu menarik perhatian berbagai kalangan baik masyarakat maupun pengamat.

Suara-suara perombakan kabinet biasanya mulai bergema saat sebuah pemerintahan mulai berjalan dalam jangka waktu tertentu. Desakan penggantian sejumlah menteri di bidang tertentu bisa diembuskan dengan berbagai macam latar belakang. Tak terkecuali pemerintahan Presiden Joko Widodo, permintaan dan wacana untuk mengganti sejumlah menteri pun bermunculan.

Presiden Joko Widodo memiliki gaya tersendiri dalam melakukan pergantian menteri Kabinet Kerja yang dipimpimnnya sejak Oktober 2014.

Meski isu akan adanya perombakan kabinet sudah berembus sejak beberapa bulan terakhir, namun Presiden ketujuh tersebut memilih untuk tidak membawa perombakan kabinet ke sebuah "panggung" yang kemudian mendapat sorotan khusus sehingga terkesan luar biasa.

Ketika hari yang ditunggu-tunggu oleh berbagai kalangan tiba, Rabu (12/8), Presiden memutuskan untuk mengganti sejumlah menteri, masih banyak pihak, bukan hanya masyarakat namun juga media massa yang terkaget-kaget dengan gaya Presiden Jokowi melakukan sebuah penggantian di dalam kabinetnya.

Terbiasa dengan masa-masa sebelumnya di mana penggantian kabinet diwarnai dengan uji kelayakan dan kepatutan serta pengumuman khusus, Rabu (12/8), Presiden Joko Widodo langsung melantik enam menteri baru untuk langsung bekerja pada hari itu juga di Istana Negara.

Dalam acara yang berlangsung di Istana Negara Jakarta tersebut Presiden melantik Darmin Nasution menjabat Menko Perekonomian, Rizal Ramli menjabat Menko Kemaritiman, Thomas Lembong menjabat Menteri Perdagangan, Luhut Binsar Pandjaitan menjabat Menko Polhukam, Sofyan Djalil menjabat Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional dan Pramono Anung menjabat Sekretaris Kabinet.

Pelantikan memang berlangsung mendadak karena dalam jadwal resmi yang disampaikan kepada wartawan tidak dicantumkan pelantikan menteri, hanya pelantikan Gubernur Banten Rano Karno.

Pelantikan Rano Karno memang berlangsung sesuai jadwal, namun kemudian diikuti dengan pelantikan enam pejabat baru dalam kabinet kerja tersebut.

Langsung Kerja
Setelah dilantik dalam sebuah acara resmi yang juga dihadiri oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla dan mantan Presiden Megawati Soekarnoputri, para menteri baru tersebut kemudian bertemu dengan Presiden dan mendapatkan taklimat/arahan dari Kepala Negara.

"Sebagai salah satu pembantu presiden, yang kebetulan sehari-hari pasti lebih banyak bersama Presiden, saya mencoba untuk bisa melakukan hal yang mungkin harapan saya secara pribadi lebih baik," kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung di Istana Presiden.

Ia menambahkan,"karena bagaimana pun mengenai Seskab ini kan diatur di dalam Perpres 25/2015 dengan detail, sehingga mudah-mudahan itu menjadi guidence bagi saya untuk menjalankannya. Dan yang kedua, ketika saya dipanggil presiden, beliau memberikan arahan untuk menjalin komunikasi dengan pimpinan lembaga tinggi negara, kemudian dengan pimpinan parpol, baik ke dalam maupun ke luar. Jadi tidak hanya KIH, tetapi KMP juga, semuanya lah, dan juga tentunya dengan lembaga-lemba tinggi lainnya."

Sementara itu mantan Gubernur Bank Indonesia, yang dipercaya Presiden Joko Widodo untuk mengoordinasi orkestra tim ekonomi kabinet, Darmin Nasution mengatakan Presiden juga memberikan sejumlah arahan untuk segera dilaksanakan.

"Memang ada beberapa hal sebagai pesan untuk permulaan. Bapak Presiden menjelaskan mengenai pentingnya membicarakan dan mereview kembali mengenai masalah pangan. Termasuk persoalan data, kekeringan, termasuk pentingnya koordinasi. Sehingga sebaiknya setiap kementerian menyampaikan suatu kebijakan sudah dibicarakan dengan kementerian lain," paparnya.

Presiden, kata Darmin juga memberikan perhatian terhadap pencairan anggaran pemerintah agar segera dibelanjakan dan mendorong perekonomian nasional.

"Bapak Presiden juga membicarakan mengenai pencairan anggaran yang perlu didorong. Supaya terjadi percepatan. Kemudian Presiden menyampaikan perlunya didorong investasi dan arus modal masuk dalam rangka tentu saja karena ada persoalan kurs seperti sekarang ini. Jawabannya adalah perlunya modal masuk dari luar," kata Darmin.

Sofyan Djalil yang sebelumnya menjadi Menko Perekonomian dan kemudian dirotasi menjadi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, mengatakan secara umum ia mendapat tugas untuk mengelola bagaimana sebuah perencanaan secara makro.

"Sehingga fungsi perencanaan teknis bisa ada di Bappenas. Idealnya ada Bappenas seperti zaman sebelumnya. Jadi bukan perencanaan makro saja, tetapi juga pada perencanaan yang lebih mikro. Jadi idenya nanti seperti dulu, RAPBN harus dibahas bersama dengan Bappenas dan Menkeu. Itu inginnya Bapak Presiden," kata Sofyan.

Sementara Luhut Binsar Pandjaitan, Kepala Staf Kepresidenan, yang ditunjuk oleh Presiden menjadi Menko Polhukam menggantikan Tedjo Edhy Purdijatno mengatakan prioritas utamanya adalah mengelola komunikasi dan koordinasi kementerian-kementerian yang berada di ranah politik, hukum dan keamanan.

"Saya ingin kementerian di bawah saya memiliki bahasa yang sama," kata Luhut usai dilantik.

Peningkatan Kinerja Kabinet
Keputusan Presiden Joko Widodo untuk mengganti sejumlah menteri merupakan upaya Kepala Negara meningkatkan kinerja kabinet di tengah permasalahan dan tantangan yang ada.

Presiden, kata Mensesneg Pratikno, usai pelantikan, menginginkan adanya adaptasi yang dilakukan oleh kabinet dengan perkembangan masalah yang ada.

"Jadi ada dinamika tingkat global maupun nasional terutama sekali dalam dinamika ekonomi yang membutuhkan respon yang sangat cepat dari pemerintah. Oleh karena itu Presiden merasa perlu melakukan suatu terobosan bagi percepatan kerja kabinet. Oleh karena itu presiden intinya adalah bahwa ada perkembangan situasi yang membutuhkan orang/personel sesuai kebutuhan," papar Pratikno.

Dengan adanya personel baru, Presiden mengharapkan gerakan dan langkah kabinet bisa bertambah lincah dengan kebijakan-kebijakan yang lebih segera merespons baik keingnan masyarakat dan juga pasar.

"Intinya beliau ingin pemerintahan segera efektif dan efesien. Pemerintahan semakin kokoh dan bergerak cepat dan meningkatkan hubungan luar, pasar dan internasional," tegas Mensesneg.

Keinginan Presiden agar kabinet dapat segera merespons segala perubahan dan masalah yang dihadapi setidaknya sudah tercermin bagaimana Presiden melakukan penggantian menteri kali ini. Tanpa uji kelayakan dan kepatutan yang bertele-tele, tanpa seremoni khusus dan perbicangan panjang lebar yang melelahkan, menteri yang baru langsung dilantik segera diminta untuk bekerja dan sesegera mungkin beradaptasi dengan kabinet.

Langkah Presiden ini bisa ditangkap sebagai sinyal bahwa pergantian menteri saat kabinet masih bekerja adalah suatu hal sederhana, lumrah dan tak perlu dipolitisasi. Bagi Jokowi, bisa jadi pergantian ini bukan karena politis, namun lebih pada kebutuhan praktis menjalankan tugas pemerintahan sehari-hari, layaknya pergantian pejabat di sebuah perusahaan atau kantor pemerintahan.

Meski demikian, masyarakat menunggu bagaimana kinerja mereka yang menempati pos yang baru ini, karena tantangan tentu tidak akan semakin mudah setiap harinya.