Jakarta (ANTARA News) - Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri mengatakan revisi terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2015 tentang Jaminan Hari Tua (JHT) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) akan mengatur secara lebih rinci mengenai pekerja yang mendapatkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

"Dalam PP ini sebenarnya pemerintah tidak mengambil langkah yang salah, tapi memang terdapat kesenjangan fakta di lapangan terutama berkaitan dengan kepastian status kerja dan sistem pesangon saat terjadi PHK," kata Hanif dalam keterangan pers Biro Humas Kementerian Ketenagakerjaan di Jakarta, Rabu.

Hanif menyebut ada ketentuan dalam PP Nomor 46 Tahun 2015 tentang JHT BPJS Ketenagakerjaan itu yang tidak sesuai dengan kondisi di lapangan.

Kenyataan di lapangan yakni sering dijumpai karyawan mendapatkan pesangon setelah tiga atau empat bulan setelah PHK, atau menerima tidak penuh.

"Faktanya ada yang bekerja dengan sistemnya on dan off , kemudian untuk yang PHK memang ada yang sudah menerapkan sistem perlindungan melalui pesangon.Tapi memang kenyataan di lapangan hal tersebut terkadang belum tidak berjalan dengan baik," kata Hanif.

Oleh karena itu, pemerintah akan menekankan agar PP tersebut nantinya dapat memberikan pengecualian kepada para pekerja yang terkena PHK sehingga mereka bisa mencairkan tabungan JHT sesegera mungkin paling lambat satu bulan setelah keluar dari perusahaan tempat mereka bekerja.

Hanif menambahkan revisi itu dilakukan atas arahan langsung dari Presiden Joko Widodo dalam menanggapi berbagai aspirasi dari para pekerja yang merasa keberatan jika dana JHT pada BPJS Ketenagakerjaan baru bisa dicairkan setelah 10 tahun bekerja atau saat pekerja memasuki usia 56 tahun.

Aturan itu berlaku bagi kepesertaan yang sudah memasuki masa lima tahun dan terkena PHK sebelum 1 Juli 2015.

Sedangkan untuk para pekerja yang di PHK sebelum 1 Juli 2015 tetap bisa melakukan pencairan JHT-nya sekarang, asal pekerja itu terdaftar pada program BPJS Ketenagakerjaan, sesuai dengan aturan yang ada.

Sementara itu, Menaker mengatakan revisi PP tersebut diusahakan untuk segera diselesaikan dengan melibatkan lintas kementerian dan instansi terkait.

Menaker juga melakukan diskusi dan dialog untuk menampung aspirasi dari perwakilan serikat pekerja dan asosiasi pengusaha untuk membahas revisi PP JHT itu.

Hanif menegaskan bahwa posisi pemerintah tidak salah dalam menetapkan aturan PP tersebut dan revisi dilakukan untuk lebih menyesuaikan sistem jaminan sosial tersebut dengan kondisi nyata ketenagakerjaan di lapangan.