Devaluasi Yuan bisa buat banjir tekstil Tiongkok ke Indonesia
12 Agustus 2015 19:09 WIB
Seorang anak memilih sendal dan sepatu berbahan karet buatan Tiongkok yang dijual di Pasar Ciapatujah, Tasikmalaya, Jawa Barat (ANTARA FOTO/Adeng Bustomi)
Jakarta (ANTARA News) - Produk tekstil Tiongkok dikhawatirkan membanjiri Tanah Air akibat devaluasi nilai mata uang Yuan oleh Pemerintah Tiongkok, kata Ketua Asosiasi Tekstil dan Produk Tekstil Ade Sudrajat.
"Akan terjadi pengurangan impor pada negara Tiongkok, namun mereka tetap bisa jualan, bahkan akan meningkatkan ekspornya. Yang kami khawatirkan adalah banjirnya produk tekstil Tiongkok di Indonesia," kata Ade di Jakarta, Rabu.
Ade menilai, pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan safeguard atau antidumping untuk menjawab ancaman ini dan melindungi industri tekstil dan produk tekstil dalam negeri.
"Itu nanti yang mengkaji Kementerian Perdagangan," kata Ade.
Menurut Ade, impor tekstil dan produk tekstil perlu dibatasi agar industri nasional tetap bisa berdaya saing, sebaliknya industri tekstil dan produk tekstil nasional perlu mencari pasar ekspor baru agar ekspor tidak turun.
"Kami memberi perhatian pada pasar-pasar potensial untuk ekspor tekstil dan produk tekstil. Misalnya, membuka Free Trade Agreement (FTA) dengan Uni Eropa," ujar Ade yang menganggap Eropa pasar potensial bagi produk tekstil Indonesia karena memang diminati Eropa.
Indonesia dan Uni Eropa, lanjutnya, bisa saling mengisi dalam melaksanakan FTA, yang artinya mereka bisa mengekspor produk yang dibutuhkan Indonesia namun belum bisa diproduksi, begitu sebaliknya.
"Indonesia juga bisa mengimpor produk-produk berbasis teknologi yang mereka punya, namun tidak dibisa diproduksi di sini," ujar Ade.
"Akan terjadi pengurangan impor pada negara Tiongkok, namun mereka tetap bisa jualan, bahkan akan meningkatkan ekspornya. Yang kami khawatirkan adalah banjirnya produk tekstil Tiongkok di Indonesia," kata Ade di Jakarta, Rabu.
Ade menilai, pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan safeguard atau antidumping untuk menjawab ancaman ini dan melindungi industri tekstil dan produk tekstil dalam negeri.
"Itu nanti yang mengkaji Kementerian Perdagangan," kata Ade.
Menurut Ade, impor tekstil dan produk tekstil perlu dibatasi agar industri nasional tetap bisa berdaya saing, sebaliknya industri tekstil dan produk tekstil nasional perlu mencari pasar ekspor baru agar ekspor tidak turun.
"Kami memberi perhatian pada pasar-pasar potensial untuk ekspor tekstil dan produk tekstil. Misalnya, membuka Free Trade Agreement (FTA) dengan Uni Eropa," ujar Ade yang menganggap Eropa pasar potensial bagi produk tekstil Indonesia karena memang diminati Eropa.
Indonesia dan Uni Eropa, lanjutnya, bisa saling mengisi dalam melaksanakan FTA, yang artinya mereka bisa mengekspor produk yang dibutuhkan Indonesia namun belum bisa diproduksi, begitu sebaliknya.
"Indonesia juga bisa mengimpor produk-produk berbasis teknologi yang mereka punya, namun tidak dibisa diproduksi di sini," ujar Ade.
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2015
Tags: