Harga minyak jatuh menyusul devaluasi yuan Tiongkok
12 Agustus 2015 04:27 WIB
Komplek kilang minyak milik Pertamina (Persero) Refinery Unit (RU) III Plaju Sungai Gerong, Palembang, Sumsel, Sabtu (2/5). Kilang minyak Pertamina (Persero) RU-III memiliki luas area sebesar 384 hektar yang terbagi menjadi dua, yaitu daerah Plaju sebesar 230 hektar dan daerah Sungai Gerong sebesar 154 hektar. Kilang Plaju didirikan pada tahun 1903 dan kilang Sungai Gerong pada tahun 1926. (ANTARA FOTO/Nova Wahyudi)
New York (ANTARA News) - Harga minyak AS merosot ke tingkat terendah dalam lebih dari enam tahun pada Selasa (Rabu pagi WIB), setelah devaluasi mata uang mengejutkan di Tiongkok mengangkat kekhawatiran tentang ekonomi terbesar kedua di dunia itu.
Patokan AS, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman September, jatuh 1,88 dolar AS menjadi ditutup pada 43,08 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange, tingkat terendah sejak Maret 2009, lapor Xinhua.
Patokan Eropa, minyak mentah Brent untuk pengiriman September, turun 1,23 dolar AS menjadi menetap di 49,18 dolar AS per barel di perdagangan London.
Bank sentral Tiongkok mendevaluasi mata uang yuan pada Selasa hampir dua persen terhadap dolar AS, karena pihak berwenang mengatakan mereka berusaha untuk mendorong reformasi pasar, dalam konteks ekonomi sedang melambat.
Langkah ini mengejutkan pasar dan menyebabkan gelombang penjualan di bursa ekuitas AS dan Eropa, serta di banyak bursa komoditas.
"Pasar telah mentafsirkan langkah itu sebagai tanda bahwa kesehatan ekonomi Tiongkok mungkin lebih buruk, bahkan dari apa yang data resmi tunjukkan," kata analis Forex.com Fawad Razaqzada.
"Jelas langkah Tiongkok mendevaluasi mata uangnya sangat mempengaruhi pasar secara umum," kata John Kilduff, mitra pendiri pada Again Capital.
"Tiongkok jelas penting untuk cerita permintaan ketika kita melihat ke depan," Kilduff menambahkan.
Pedagang juga gelisah bahwa data minyak baru di hari mendatang akan menunjukkan memburuknya kelebihan pasokan global. Ini termasuk-laporan persediaan minyak mingguan pada Rabu dari Departemen Energi AS.
"Ada kekhawatiran angka permintaan akan lumpuh dan data akan menunjukkan kelebihan pasokan," kata Bob Yawger dari Mizuho Securities.
Harga minyak juga menukik karena produksi minyak mentah dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) meningkat pada Juli.
Pada Juli, produksi minyak mentah OPEC meningkat 101.000 barel per hari menjadi rata-rata 31,51 juta barel per hari, menurut laporan pasar minyak bulanan OPEC yang dirilis Selasa.
Pasokan minyak non-OPEC diperkirakan akan tumbuh sebesar 960.000 barel pada 2015, menyusul revisi naik 900.000 barel, karena produksi yang lebih tinggi dari perkiraan dari produsen non-OPEC, terutama di luar Amerika Utara.
OPEC mempertahankan kuota produksi 30 juta barel per hari pada pertemuan Juni. Produksi kartel menyumbang sekitar 40 persen dari produksi minyak mentah global.
Menteri Energi Aljazair Salah Khebri mengatakan pada Senin bahwa OPEC tidak memiliki rencana untuk pertemuan darurat guna membahas penurunan harga minyak sebelum pertemuan berikutnya yang dijadwalkan pada Desember. Aljazair adalah salah satu anggota OPEC.
(Uu.A026)
Patokan AS, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman September, jatuh 1,88 dolar AS menjadi ditutup pada 43,08 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange, tingkat terendah sejak Maret 2009, lapor Xinhua.
Patokan Eropa, minyak mentah Brent untuk pengiriman September, turun 1,23 dolar AS menjadi menetap di 49,18 dolar AS per barel di perdagangan London.
Bank sentral Tiongkok mendevaluasi mata uang yuan pada Selasa hampir dua persen terhadap dolar AS, karena pihak berwenang mengatakan mereka berusaha untuk mendorong reformasi pasar, dalam konteks ekonomi sedang melambat.
Langkah ini mengejutkan pasar dan menyebabkan gelombang penjualan di bursa ekuitas AS dan Eropa, serta di banyak bursa komoditas.
"Pasar telah mentafsirkan langkah itu sebagai tanda bahwa kesehatan ekonomi Tiongkok mungkin lebih buruk, bahkan dari apa yang data resmi tunjukkan," kata analis Forex.com Fawad Razaqzada.
"Jelas langkah Tiongkok mendevaluasi mata uangnya sangat mempengaruhi pasar secara umum," kata John Kilduff, mitra pendiri pada Again Capital.
"Tiongkok jelas penting untuk cerita permintaan ketika kita melihat ke depan," Kilduff menambahkan.
Pedagang juga gelisah bahwa data minyak baru di hari mendatang akan menunjukkan memburuknya kelebihan pasokan global. Ini termasuk-laporan persediaan minyak mingguan pada Rabu dari Departemen Energi AS.
"Ada kekhawatiran angka permintaan akan lumpuh dan data akan menunjukkan kelebihan pasokan," kata Bob Yawger dari Mizuho Securities.
Harga minyak juga menukik karena produksi minyak mentah dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) meningkat pada Juli.
Pada Juli, produksi minyak mentah OPEC meningkat 101.000 barel per hari menjadi rata-rata 31,51 juta barel per hari, menurut laporan pasar minyak bulanan OPEC yang dirilis Selasa.
Pasokan minyak non-OPEC diperkirakan akan tumbuh sebesar 960.000 barel pada 2015, menyusul revisi naik 900.000 barel, karena produksi yang lebih tinggi dari perkiraan dari produsen non-OPEC, terutama di luar Amerika Utara.
OPEC mempertahankan kuota produksi 30 juta barel per hari pada pertemuan Juni. Produksi kartel menyumbang sekitar 40 persen dari produksi minyak mentah global.
Menteri Energi Aljazair Salah Khebri mengatakan pada Senin bahwa OPEC tidak memiliki rencana untuk pertemuan darurat guna membahas penurunan harga minyak sebelum pertemuan berikutnya yang dijadwalkan pada Desember. Aljazair adalah salah satu anggota OPEC.
(Uu.A026)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015
Tags: