Yusril: jangan salah pahami pasal penghinaan presiden
11 Agustus 2015 03:14 WIB
Ilustrasi. Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla diarak dengan kereta kuda seusai dilantik di MPR dalam kirab budaya menuju Istana Kepresidenan sepanjang Jl MH Thamrin dan Medan Merdeka. (ANTARA News/Ardianus Mehan)
Jakarta (ANTARA News) - Mantan Menteri Hukum dan Perundang-undangan Yusril Ihza Mahendra di Jakarta, Senin malam, meminta semua pihak untuk tidak salah pahami mengenai pasal penghinaan presiden yang masuk dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP).
Dia mengatakan pasal dalam RUU KUHP tersebut tidak sama dengan pasal penghinaan presiden seperti di dalam teks asli KUHP atau "Wetbook Van Strafrecht" yang diberlakukan Belanda di negara jajahan.
Yusril menyebutkan bahwa dulu memang ada pasal penghinaan presiden di dalam teks asli KUHP yang merupakan pasal-pasal penghinaan terhadap Ratu dan Gubernur Jenderal Belanda.
"Jadi menghina Ratu Belanda itu pidana dan tidak perlu diadukan sedangkan menghina orang biasa perlu pengaduan, karena itu menyebabkan ketidaksetaraan setiap orang di dalam negara, maka MK kemudian membatalkan pasal itu," kata Ketua Umum Partai Bulan Bintang tersebut.
Pasal yang dimaksud oleh Yusril adalah Pasal 130, 132, 133, 136, 138, dan 139 KUHP yang ditiadakan berdasarkan Pasal VIII Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946.
Sedangkan pasal penghinaan presiden yang sebelumnya dihapus Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006 tercantum pada Pasal 134, 136 bis, dan 137 KUHP.
Yusril berpendapat bahwa bukan berarti pasal penghinaan tidak perlu ada.
"Jangankan Presiden, kita orang biasa saja dihina bisa ditindak orang yang menghina itu. Jadi jangan disalahpahami apa yang dikatakan oleh Presiden seolah-olah mau menghidupkan pasal yang sesuai dengan pasal Ratu Belanda itu," katanya.
Sanksi bagi penghina presiden dimasukkan dalam RUU KUHP Pasal 263 Ayat 1 yang berbunyi; "Setiap orang yang di muka umum menghina Presiden atau Wakil Presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV.
Ruang lingkup Penghinaan Presiden diperluas lewat RUU KUHP Pasal 264; "Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, yang berisi penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isi penghinaan diketahui atau lebih diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV".
Dia mengatakan pasal dalam RUU KUHP tersebut tidak sama dengan pasal penghinaan presiden seperti di dalam teks asli KUHP atau "Wetbook Van Strafrecht" yang diberlakukan Belanda di negara jajahan.
Yusril menyebutkan bahwa dulu memang ada pasal penghinaan presiden di dalam teks asli KUHP yang merupakan pasal-pasal penghinaan terhadap Ratu dan Gubernur Jenderal Belanda.
"Jadi menghina Ratu Belanda itu pidana dan tidak perlu diadukan sedangkan menghina orang biasa perlu pengaduan, karena itu menyebabkan ketidaksetaraan setiap orang di dalam negara, maka MK kemudian membatalkan pasal itu," kata Ketua Umum Partai Bulan Bintang tersebut.
Pasal yang dimaksud oleh Yusril adalah Pasal 130, 132, 133, 136, 138, dan 139 KUHP yang ditiadakan berdasarkan Pasal VIII Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946.
Sedangkan pasal penghinaan presiden yang sebelumnya dihapus Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006 tercantum pada Pasal 134, 136 bis, dan 137 KUHP.
Yusril berpendapat bahwa bukan berarti pasal penghinaan tidak perlu ada.
"Jangankan Presiden, kita orang biasa saja dihina bisa ditindak orang yang menghina itu. Jadi jangan disalahpahami apa yang dikatakan oleh Presiden seolah-olah mau menghidupkan pasal yang sesuai dengan pasal Ratu Belanda itu," katanya.
Sanksi bagi penghina presiden dimasukkan dalam RUU KUHP Pasal 263 Ayat 1 yang berbunyi; "Setiap orang yang di muka umum menghina Presiden atau Wakil Presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV.
Ruang lingkup Penghinaan Presiden diperluas lewat RUU KUHP Pasal 264; "Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, yang berisi penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isi penghinaan diketahui atau lebih diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV".
Pewarta: Calvinantya Basuki
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015
Tags: