Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan pembangunan sektor energi di Tanah Air seperti pengembangan kelistrikan di berbagai daerah harus dapat mengutamakan pemikiran, tenaga kerja, serta permodalan dari dalam negeri.
"Kita harus berdikari kembali," kata Jusuf Kalla dalam acara kerja sama penandatanganan Perencanaan dan Percepatan Pembangunan Infrastruktur Energi dan Pertambangan di Auditorium Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) di Jakarta, Senin.
Wapres menyesalkan bila ada proyek pembangunan besar seperti bandara masih banyak pihak yang ingin memanggil konsultan dari luar negeri seperti Jepang, Amerika Serikat dan Prancis.
Kalla mengemukakan tidak pernah ada yang mengatakan untuk memanggil BPPT sehingga mulai saat ini sudah harus mulai untuk kembali efektif dan pemerintah tidak ingin lagi ada pengkajian dan penerapan yang tidak jelas.
"Saya tahu anda sekarang agak resah. Karena setiap ada lelang jabatan banyak orang BPPT ingin pindah, berarti anda merasa di sini kurang pas, kurang dipakai, dan kurang bergengsi," selorohnya.
Padahal, ujar dia, negara telah memberikan anggaran yang memadai sehingga sudah seharusnya membuat perencanaan dan juga penerapan yang baik. "Mari keluarkan seluruh aspek pembangunan dalam negeri. Apa saja keunggulan BPPT," katanya.
Wapres mencontohkan, perusahaan yang pernah dibuatnya pernah membuat tenaga hidro-elektrik yang 100 persen merupakan hasil dari insinyur-insinyur asli RI.
Untuk itu, ujar dia, pembangunan itu diharapkan dapat tercapai selalu baik dengan otak, otot, maupun dengan kantong atau modal kita sendiri.
"Kalau semuanya dari luar negeri apa yang kita dapat. Kita menjadi konsumen melulu," katanya.
Wapres juga mengungkapkan mengapa ia memulai dengan energi karena sektor tersebut mempunyai anggaran yang besar sekitar Rp150 triliun per tahun hanya untuk pengembangan listrik di Tanah Air.
Wapres: pembangunan energi harus utamakan dalam negeri
10 Agustus 2015 15:31 WIB
Wapres Jusuf Kalla (ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf)
Pewarta: Muhammad Razi Rahman
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2015
Tags: