Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Heri Gunawan di Jakarta Sabtu menyayangkan rencana pemerintah mengimpor garam 2,2 juta ton.
"Tentu kami menyayangkan kebijakan Kementerian Perdagangan tersebut. Petani garam saat ini panen raya dan mereka mengharapkan adanya peningkatan harga sehingga sejahtera," kata Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Heri Gunawan di Jakarta, Sabtu.
Sama seperti sebelum-sebelumnya, alasan Kementerian Perdagangan melakukan impor garam karena hanya untuk industri.
"Tidak masuk akal dengan alasan Kementerian Perdagangan itu. Garam untuk industri saja hanya 1,1 juta ton," kata Heri.
Sejak April 2015, Kemendag sudah mengimpor garam sebesar 95.164 ton atau setara dengan nilai 4,5 juta dolar AS.
Heri mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), periode Januari - April 2015 yang menyebut Kemendag telah mengimpor garam sebesar 486.509 ton atau setara dengan nilai 21,8 juta dolar AS.
"Kemendag tidak mau ambil pusing bahwa garam impor itu akan merembes ke pasar-pasar konsumsi," kata Heri. Dia minta rencana untuk mengimpor garam itu harus dihentikan.
"Presiden sudah waktunya turun tangan. Lihat dan evaluasi kinerja menteri-menteri yang makin hari makin menyusahkan itu. Kalau tidak, semua akan lebih amburadul. Tangan-tangan mafia akan semakin menjebloskan bangsa pada ketergantungan impor yang tidak pernah terbayangkan," ujar anggota DPR RI dari daerah pemilihan Kabupaten dan Kota Sukabumi itu.
Dia mengingatkan Penyertaan Modal Negara (PMN) ke PT Garam mencapai rp300 miliar sedangkan seluruh anggaran yang dikeluarkan untuk industri garam lokal mencapai sekitar rp600 miliar.
"Uang ratusan miliar itu bukan dibuang untuk tujuan jahat seperti impor. Uang itu untuk mengembalikan kejayaan garam lokal. Sekali lagi, uang ratusan miliar itu seharusnya bisa melepaskan bangsa ini dari ketergantungan impor garam dari Australia, India, Selandia Baru, bahkan Singapura," katanya.
Anggota DPR kritik rencana impor garam
8 Agustus 2015 15:25 WIB
Heri Gunawan (ANTARA News/Zul Sikumbang)
Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015
Tags: