Ini modus-modus pelanggaran netralitas birokrat-ASN dalam pilkada
6 Agustus 2015 16:42 WIB
Diskusi dalam Deklarasi Pilkada Watch yang mengambil tema "Netralitas Birokrasi dan Aparatur Sipil Negara dalam Pilkada Serentak 2015" dengan narasumber Direktur Eksekutif Pilkada Watch Wahyu Agung Permana (tengah), Kabag Analisis Teknis Pengawasan Bawaslu Faisal Rachman (kanan), Peneliti Perludem Fadli Ramadhanil (kedua dari kiri) dan Anggota Tim Ahli Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Indra Jaya Piliang (kiri) di Jakarta, Kamis (06/08/2015). (ANTARA News/Gilang Galiartha)
Jakarta (ANTARA News) - Direktur Eksekutif Pilkada Watch, Wahyu Agung Permana, mengatakan ada banyak modus terjadinya pelanggaran prinsip netralitas birokrat dan aparatur sipil negara (ASN) dalam proses pemilihan kepala daerah (pilkada).
"Pertama memanfaatkan jaringan kepala desa untuk memilih calon tertentu, ini bisa dilakukan oleh calon kepala daerah petahana maupun calon baru," kata Wahyu dalam sebuah diskusi dan deklarasi Pilkada Watch di Jakarta, Kamis.
Kemudian, ada juga modus berupa pemanfaatan kepala-kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) untuk memberikan dukungan kepada salah satu calon baik secara langsung maupun tidak.
Modus berikutnya adalah pemanfaatan aset pemerintah selama proses pilkada untuk salah satu calon, baik itu aset bergerak maupun aset tidak bergerak.
Ketiga modus tersebut, secara umum bisa dilakukan oleh calon petahana maupun penantang.
"Ada lagi modus pemanfaatan APBD yang kerap menguntungkan calon petahana," ujar Wahyu.
Guna mencegah pelanggaran tersebut Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Yuddy Chrisnandi, telah mengeluarkan surat edaran bernomor B/2355/M.PANRB/07/2015 terkait netralitas ASN dalam proses pilkada serentak 9 Desember 2015.
Pilkada Watch menyarankan agar kementerian-kementerian terkait bisa menindaklanjuti surat edaran tersebut, termasuk misalnya dengan memanggil setiap sekretaris daerah yang tengah menjalani proses pilkada beserta asosiasi kepala-kepala desa untuk sosialisasi lebih lanjut mengenai regulasi dan sanksinya.
"Kami juga mengusulkan agar Kemenpan-RB untuk membentuk tim monitoring surat edaran netralitas ASN dan birokrat, supaya lebih ketat," kata Wahyu.
"Pertama memanfaatkan jaringan kepala desa untuk memilih calon tertentu, ini bisa dilakukan oleh calon kepala daerah petahana maupun calon baru," kata Wahyu dalam sebuah diskusi dan deklarasi Pilkada Watch di Jakarta, Kamis.
Kemudian, ada juga modus berupa pemanfaatan kepala-kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) untuk memberikan dukungan kepada salah satu calon baik secara langsung maupun tidak.
Modus berikutnya adalah pemanfaatan aset pemerintah selama proses pilkada untuk salah satu calon, baik itu aset bergerak maupun aset tidak bergerak.
Ketiga modus tersebut, secara umum bisa dilakukan oleh calon petahana maupun penantang.
"Ada lagi modus pemanfaatan APBD yang kerap menguntungkan calon petahana," ujar Wahyu.
Guna mencegah pelanggaran tersebut Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Yuddy Chrisnandi, telah mengeluarkan surat edaran bernomor B/2355/M.PANRB/07/2015 terkait netralitas ASN dalam proses pilkada serentak 9 Desember 2015.
Pilkada Watch menyarankan agar kementerian-kementerian terkait bisa menindaklanjuti surat edaran tersebut, termasuk misalnya dengan memanggil setiap sekretaris daerah yang tengah menjalani proses pilkada beserta asosiasi kepala-kepala desa untuk sosialisasi lebih lanjut mengenai regulasi dan sanksinya.
"Kami juga mengusulkan agar Kemenpan-RB untuk membentuk tim monitoring surat edaran netralitas ASN dan birokrat, supaya lebih ketat," kata Wahyu.
Pewarta: Gilang Galiartha
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015
Tags: