Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi memutuskan untuk tidak mengambil alih kasus dugaan tindak pidana korupsi dana bantuan sosial (bansos) di Provinsi Sumatera Utara.

"Penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi dana bansos ada di kejaksaan, pihak kejaksaan yang akan menangani," kata Pelaksana Tugas (Plt.) Wakil Ketua KPK Johan Budi di Jakarta, Selasa.

Hal itu diungkapkan Johan karena permintaan Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho melalui pengacaranya Razman Arif Nasution yang mengharapkan kasus korupsi bansos yang saat ini diusut kejaksaan dilimpahkan ke KPK.

"Jadi, ke depan, KPK cuma akan berkoordinasi dengan kejaksaan," tambah Johan.

Sebelumnya, Razman kepada wartawan menyatakan agar kejaksaan melimpahkan kasus bansos ini kepada KPK karena menjadi asal perkara yang menyeret Gatot serta istrinya, Evi Susanti, sebagai tersangka di KPK, yaitu dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi suap majelis hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan.

"Saya sekali lagi mengharapkan dengan sungguh-sungguh agar Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi di Sumut dengan rela hati dan sebaiknya memang untuk fokusnya pemeriksaan Bansos, DBH (dana bagi hasil), BOS (bantuan operasional sekolah) itu seluruhnya dilimpahkan ke KPK," kata Razman.

Menurut Razman, kasus dugaan korupsi bansos itu sudah terjadi sejak masa pemerintahan Gubernur Sumatera Utara 2006--2008 Rudolf Pardede.

"Kasus bansos itu dimulai dari pemerintahan sejak dari Rudolf Pardede. Supaya clear semua apakah ini berdiri sendiri, apakah berkaitan dengan DPRD periode yang lalu, apa periode sekarang, atau yang sebelumnya. Semua harus diusut supaya benar-benar terang apa sih sebenarnya (terjadi) di Sumut? Kok, bolak-balik kepala daerahnya tersangkut masalah hukum," tambah Razman.

Sebelumnya, Jaksa Agung H.M. Prasetyo menegaskan bahwa pihaknya tetap akan mengusut kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial di Sumatera Utara.

"Tetap lanjutlah, kan predicate crime-nya berbeda. Di KPK tetap melanjutkan penyidikan soal penyuapan yang OTT (operasi tangkap tangan), kalau di sini, kan berbeda, yaitu tentang kasusnya sendiri," kata Prasetyo pada tanggal 28 Juli 2015.

Kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial, dana bantuan operasional sekolah, dan dana bantuan daerah bawaan 2011--2013 yang diambil alih Kejagung RI dari Kejati Sumut masih dalam tahap penyelidikan.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sendiri sudah ada delapan tersangka hasil dari OTT pada tanggal 9 Juli 2015 di PTUN Medan.

Para tersangka itu terdiri atas penerima suap, yaitu Ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro (TIP), anggota majelis hakim Amir Fauzi (AF) dan Dermawan Ginting (DG) serta panitera/Sekretaris PTUN Medan Syamsir Yusfan (SY), sedangkan tersangka pemberi suap adalah pengacara senior O.C. Kaligis, anak buahnya bernama M. Yagari Bhastara Guntur (MYB) alias Gerry, Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho dan istrinya, Evi Susanti.

Perkara ini dimulai ketika Kepala Biro Keuangan Pemerintah Provinsi Sumut Ahmad Fuad Lubis dipanggil oleh Kejaksaan Tinggi dan juga Kejaksaan Agung terkait dengan perkara korupsi dana bantuan sosial provinsi Sumatera Utara pada tahun 2012--2014.

Atas pemanggilan berdasarkan surat perintah penyelidikan (sprinlidik) yang dikeluarkan oleh dua lembaga penegak hukum tersebut, Fuad pun menyewa jasa kantor pengacara O.C. Kaligis untuk mengajukan gugatan ke PTUN Medan.

Dalam putusannya pada tanggal 7 Juli 2015, majelis hakim yang terdiri atas Ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro dan anggota Amir Fauzi serta Dermawan Ginting memutuskan untuk mengabulkan gugatan Fuad.

Namun, pada tanggal 9 Juli 2015, KPK melakukan OTT di PTUN Medan terhadap Tripeni dan anak buah O.C. Kaligis bernama Moch Yagari Bhastara Guntur alias Gerry dan mendapati uang 5.000 dolar AS di Kantor Tripeni. Belakangan, KPK juga menangkap dua hakim anggota bersama panitera/Sekretaris PTUN Medan Syamsir Yusfan.

Selanjutnya, diketahui juga bahwa uang tersebut bukan pemberian pertama karena Gerry sudah memberikan uang 10.000 dolar AS dan 5.000 dolar Singapura.

Uang tersebut, menurut pernyataan pengacara yang juga paman Gerry, Haeruddin Massaro, berasal dari Kaligis yang diberikan kepada Dermawan Ginting pada tanggal 5 Juli 2015.