Jakarta (ANTARA News) - Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif menilai organisasi Islam tersebut tidak cukup hanya membantu pemerintah, tapi harus terlibat dalam pengelolaan negara.
"Muhammadiyah saat ini sudah memasuki abad kedua. Kalau pada abad pertama, Muhammadiyah menjadi mitra pemerintah dan berkontribusi membantu program pemerintah. Pada abad kedua saat ini, tidak cukup hanya membantu," katanya di sela peluncuran buku "Muazin Bangsa di Makkah Darat" di arena Muktamar Muhammadiyah di Makassar, Selasa.
Menurut Syafii Maarif, dalam AD/ART Muhammadiyah yang dibuat tahun 1985, ada pasal yang isinya Muhammadiyah melakukan gerakan "amar makruf nahi munkar" bagi bangsa Indonesia.
Saat ini, kata dia, kemungkaran yang terjadi di Indonesia sudah semakin banyak seperti praktik korupsi, praktik mafia, dan sebagainya.
"Muhammadiyah tidak berdaya menghadapinya. Negara juga seperti tidak berdaya. Karena itu, Muhammadiyah harus ikut terlibat langsung di pemerintahan untuk berkontribusi memberantas praktik-praktik kemungkaran," katanya.
Syafii Maarif menegaskan bahwa Muhammadiyah harus mendorong kadernya untuk duduk di pemerintahan guna menduduki jabatan publik di eksekutif, baik sebagai menteri, gubernur, bupati, wali kota, dan jabatan lainnya.
Kader Muhammadiyah yang duduk di pemerintahan tersebut, menurut dia, harus tetap menjaga amanah Muhammadiyah untuk melawan kemungkaran dan boleh tidak boleh larut di dalamnya.
"Agar kader Muhammadiyah tidak larut, maka sebelum masuk ke pemerintahan dia harus sudah mapan lebih dulu, sehingga tidak mencari pekerjaan di pemerintahan," katanya.
Syafii menambahkan, kalau orang masuk ke pemerintahan untuk mencari pekerjaan, maka dia akan larut dan negara akan semakin sulit.
Muktamar Muhammadiyah ke-47 berlangsung di Makassar, Sulawesi Selatan pada 3-7 Agustus 2015 dengan tema "Gerakan Pencerahan Menuju Indonesia Berkemajuan".
Syafii Maarif : Muhammadiyah harus terlibat kelola negara
4 Agustus 2015 19:54 WIB
Syafii Maarif (ANTARA FOTO/Fanny Octavianus)
Pewarta: Riza Harahap
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015
Tags: