Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah mengatakan pimpinan DPR RI dijadwalkan temui Presiden Joko Widodo pada Rabu (5/8) di Istana Bogor untuk membahas berbagai hal, salah satunya terkait persoalan di Pilkada serentak.

"Besok (Rabu, 5/8) ada rapat konsultasi (Pimpinan DPR RI) dengan Presiden Joko Widodo di Istana Bogor, akan membahas pidato kenegaraan, nota keuangan dan mungkin salah satunya terkait Pilkada," katanya di Gedung Nusantara III, Jakarta, Selasa.

Fahri mengatakan Pimpinan DPR RI akan membicarakan masalah Pilkada kepada Presiden Jokowi, agar dikeluarkan keputusan untuk menyelesaikan masalah itu secara tuntas.

Menurut dia, Pimpinan DPR RI prihatin dengan hilangnya banyak suara terutama PPP dan Partai Golkar banyak ditolak di KPU.

"Kalau ada perbaikan maka kami minta agar Presiden Jokowi tidak sepihak dan Presiden lebih memikirkan itu," ujarnya.

Fahri mengatakan sejak awal UU Pilkada lahir dari situasi yang tidak ideal, yang diawali dengan penggunaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.

Dia menekankan bahwa Perppu bukan instrumen pembuat UU yang ideal karena berasal dari pemikiran satu orang dalam jangka waktu yang pendek.

"Karena itu UU Pilkada sejak awal sudah menjadi masalah dan saat ini muncul satu-persatu," ujarnya.

Politisi PKS itu mengatakan ia pernah bertemu dengan Presiden Jokowi, dan menjelaskan ada tiga masalah dalam pilkada yaitu masalah sebelum pilkada, saat pelaksanaan pilkada, dan setelah pilkada.

Menurut dia, melihat ketidaksempurnaan dan ketidakadilan sehingga tidak bisa dititipkan kepada Presiden untuk membuat Perppu agar permasalahan pilkada selesai.

"Perppu munculnya insidentil kalau ada itu tentu satu calon itu debatnya terkait keabsahannya," katanya.

Dia mengatakan Pimpinan DPR RI sebenarnya ingin agar Presiden Jokowi mengikuti apa yang disarankan Pimpiman DPR RI agar ada mitigasi terhadap keseluruhan proses yang muncul dalam pilkada serentak.

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan Kemendagri telah menyiapkan konsep Perppu untuk menyelesaikan persoalan daerah yang hanya memiliki kurang dari dua pasangan calon kepala daerah.

"Konsep sudah ada seandainya saja diperlukan. Meski demikian, perppu tersebut belum disetujui," kata Tjahjo, di Jakarta, Jumat (31/7).

Menurut Tjahjo, jika pada akhirnya hanya terdapat dua atau tiga daerah saja yang ditunda pelaksanaan pilkadanya, kemungkinan besar perppu tidak akan digunakan.

Hal itu menurut dia karena salah satu syarat dikeluarkannya Perppu adalah keadaan genting yang membutuhkan aturan baru untuk menggantikan undang-undang yang berlaku.