BI siap intervensi pasar jaga stabilitas rupiah
4 Agustus 2015 14:10 WIB
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo saat menyampaikan hasil Rapat Dewan Gubernur mengenai suku buka acuan di Bank Indonesia, Jakarta, Selasa (19/5).(ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)
Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia (BI) akan memantau perkembangan nilai tukar rupiah
di pasar dan siap melakukan intervensi terukur yang diperlukan
untuk menjaga stabilitas kurs rupiah.
"BI akan selalu ada di pasar untuk menjaga rupiah dan intervensi selalu siap kami lakukan dari waktu ke waktu dan dapat terlihat dari menurunnya cadangan devisa kita," kata Gubernur BI Agus Martowardojo saat jumpa pers di Jakarta, Selasa.
Agus menuturkan rata-rata depresiasi rupiah sejak akhir tahun 2014 hingga saat ini sekitar 8,5 persen (year to date/ytd), sedangkan secara bulanan (month to date/mtd) berada di bawah satu persen.
Angka rata-rata tersebut, menurut dia, relatif lebih baik apabila dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan regional.
"Bandingkan dengan month to date di Singapura dan Malaysia serta negara-negara Asean lain yang lebih dari satu persen (mtd)," kata Agus.
Sementara secara tahunan, depresiasi nilai tukar rupiah masih lebih baik dibandingkan dengan negara lain di kawasan dan dunia yang mencapai di atas 10 persen (ytd) bahkan lebih dari 15 persen (ytd).
Menurut Agus, faktor utama pemicu depresiasi rupiah adalah sentimen global, terutama pernyataan Bank Sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve) soal rencana kenaikan suku bunga.
Selain itu, pelemahan nilai tukar rupiah juga turut dipengaruhi oleh persepsi pasar terkait pertumbuhan ekonomi Indonesia yang melambat.
"Tetapi, Semester II-2015 kita akan mempunyai pertumbuhan ekonomi di atas lima persen. Kami yakin ini merupakan kondisi yang baik," ujar Agus.
"BI akan selalu ada di pasar untuk menjaga rupiah dan intervensi selalu siap kami lakukan dari waktu ke waktu dan dapat terlihat dari menurunnya cadangan devisa kita," kata Gubernur BI Agus Martowardojo saat jumpa pers di Jakarta, Selasa.
Agus menuturkan rata-rata depresiasi rupiah sejak akhir tahun 2014 hingga saat ini sekitar 8,5 persen (year to date/ytd), sedangkan secara bulanan (month to date/mtd) berada di bawah satu persen.
Angka rata-rata tersebut, menurut dia, relatif lebih baik apabila dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan regional.
"Bandingkan dengan month to date di Singapura dan Malaysia serta negara-negara Asean lain yang lebih dari satu persen (mtd)," kata Agus.
Sementara secara tahunan, depresiasi nilai tukar rupiah masih lebih baik dibandingkan dengan negara lain di kawasan dan dunia yang mencapai di atas 10 persen (ytd) bahkan lebih dari 15 persen (ytd).
Menurut Agus, faktor utama pemicu depresiasi rupiah adalah sentimen global, terutama pernyataan Bank Sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve) soal rencana kenaikan suku bunga.
Selain itu, pelemahan nilai tukar rupiah juga turut dipengaruhi oleh persepsi pasar terkait pertumbuhan ekonomi Indonesia yang melambat.
"Tetapi, Semester II-2015 kita akan mempunyai pertumbuhan ekonomi di atas lima persen. Kami yakin ini merupakan kondisi yang baik," ujar Agus.
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2015
Tags: