Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Senin pagi bergerak menguat sebesar 46 poin menjadi Rp13.484 dibandingkan posisi sebelumnya di posisi Rp13.530 per dolar AS.

"Mayoritas data ekonomi Amerika Serikat yang diumumkan pada akhir pekan lalu gagal mempertahankan harapan kenaikan suku bunga the Fed sehingga mendorong dolar AS mengalami pelemahan," kata Ekonom Samuel Sekuritas Rangga Cipta di Jakarta, Senin.

Ia mengemukkan bahwa sentimen konsumen Amerika Serikat pada Juli turun 93,1 dari 96,1 pada bulan sebelumnya, jauh di bawah konsensus pasar sebesar 94,1. Sementara itu, Indeks Biaya Ketenagakerjaan Amerika Serikat juga hanya mencatat kenaikan kuartalan terkecil sejak 1982.

Ia mengatakan bahwa estimasi pasar sebelumnya terhadap kenaikan suku bunga the Fed cukup tinggi pasca produk domestik bruto (PDB) Amerika Serikat pada kuartal dua tumbuh. Namun, sentimen itu tertutupi oleh data keonomi AS lainnya yang masih melemah.

Di sisi lain, lanjut dia, dimulainya kembali pembicaraan dana talangan lanjutan untuk Yunani juga membangkitkan optimisme di pasar global sehingga mengurangi permintaan aset dolar AS.

Dari dalam negeri, ia mengatakan bahwa pelaku pasar sedang menanti data inflasi Juli 2015 yang sedianya akan dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada hari ini (senin, 3/8). Angka inflasi Juli diperkirakan turun ke kisaran 7,1 persen secara tahunan.

Selanjutnya, ia menambahkan bahwa perhatian pasar akan beralih ke data produk domestik bruto (PDB) kuartal dua 2015 yang akan dirilis pada pekan selanjutnya.

Pengamat pasar keuangan Bank Himpunan Saudara, Rully Nova menambahkan bahwa data inflasi serta tenaga kerja Amerika Serikat yang masih di bawah estimasi kembali menahan laju dolar AS untuk menguat lebih tinggi terhadap rupiah.

Di sisi lain, lanjut dia, masih adanya pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal kedua tahun ini menjadi salah satu penopang bagi laju mata uang rupiah ke depannya.